WANAGAMA
Tekad
seorang srikandi masa kini bernama Oemi Han'in mampu mengubah lahan kritis
bukit kapur menjadi hutan hijau. Sebuah mahakarya reboisasi yang telah membuat
Pangeran Charles berkunjung ke Wanagama dan meninggalkan kenang-kenangan di
sana.
WANAGAMA,
Sepenggal Kisah Reboisasi Hingga Pohon Jati Pangeran Charles
Wanagama
meliputi empat desa di Kecamatan Patuk dan Playen, Gunung Kidul, yang berjarak
tempuh satu jam perjalanan menggunakan kendaraan bermotor. Sepanjang perjalanan
berjarak 35 kilometer tersebut, kita dapat melihat pemandangan indah kota
Yogyakarta dari ketinggian. Sampai di perempatan lampu merah setelah Rest Area
Bunder, terdapat plang penunjuk jalan dengan tulisan Wanagama dan panah kanan.
YogYES kemudian berbelok ke kanan menyusuri jalan yang mengecil namun tetap
beraspal. Gapura bertuliskan Hutan Wanagama seolah memberitahu pengunjung bahwa
mereka telah tiba di hutan yang mulai dibangun sejak 1964 ini.
Menghijaukan
lahan kritis
Menyusuri
Wanagama di masa sekarang, kita tak akan menyangka bahwa dahulunya tempat ini
tandus dan gersang. Sebuah keadaan yang disebabkan oleh penebangan liar.
Keprihatinan
akan kritis dan tandusnya lahan tersebut menggerakkan beberapa akademisi dari
Fakultas Kehutanan Gadjah Mada untuk menghijaukannya. Dimulailah pekerjaan
besar mereboisasi daerah yang berjenis tanah mediteran coklat kemerahan
tersebut.
Proyek
penghijauan itu dipelopori oleh Prof. Oemi Hani'in Suseno dan menggeliat sejak
tahun 1964. Dengan bermodal uang pribadi, guru besar peraih anugerah Kalpataru
(penghargaan tertinggi di Indonesia untuk urusan lingkungan) tersebut menanami
Wanagama yang pada saat itu hanya seluas 10 hektar.
Kegigihan
Prof. Oemi dan rekan-rekannya menanami lahan kritis menarik perhatian banyak
pihak seperti pemerintah dan pecinta lingkungan. Mereka saling bekerjasama
untuk mewujudkan Wanagama sehingga berupa hamparan hijau seluas 600 hektar
seperti sekarang ini.
Miniatur
hutan beragam tanaman
Hutan
memang menawarkan sensasi kembali ke alam yang kental. Hal itu pula yang bisa
didapat saat berwisata ke Wanagama. Di Wanagama kita seperti sedang berada di
miniatur hutan yang berisikan banyak tanaman dari berbagai daerah.
Terdapat
barisan jenis pepohonan yang akan menemani perjalanan menyusuri hijaunya
Wanagama. Dimulai oleh pohon akasia, pohon penghasil bubur kayu yang menjadi
primadona banyak perusahaan HTI (Hutan Tanaman Industri) di Indonesia.
Dilanjutkan dengan pohon kayuputih, tanaman yang terkenal dengan minyak
atsiri-nya yang berkhasiat untuk menghangatkan badan.
Selain
itu ada juga barisan pohon pinus (Pinus merkusii). Deretan pohon yang banyak
ditemukan di Sumatera bagian tengah ini cukup meneduhkan kala matahari bersinar
dengan teriknya.
Wanagama
masih memiliki banyak pepohonan, misalnya eboni (Diospyros celebica) Si Kayu
Hitam dari Sulawesi, cendana (Santalum album) Si Pohon Wangi, murbei (Morus
Alba) dan jati (Tectona grandis).
Selain
tanaman, Wanagama juga memiliki keindahan lain berupa tiga aliran air yakni
Sungai Oya, Sendang Ayu, dan Banyu Tibo. Ketiganya menawarkan kesegaran dan
kesejukan saat lelah menghampiri setelah mengelilingi Wanagama.
Peninggalan
Pangeran Charles di Gunung Kidul
Wanagama
memiliki satu pohon yang membuat tempat wisata ini mendunia.
Tanaman
itu adalah jati (Tectona grandis) yang ditanam Pangeran Charles saat berkunjung
ke Wanagama pada tahun 1989. Konon terdapat hubungan unik antara pohon yang
terkenal dengan sebutan Jati Londo ini dengan pernikahan Pangeran Charles dan
Putri Diana. Saat bertinggi 1 m, pohon ini mengering berbarengan dengan
pengumuman perpisahan pasangan Kerajaan Inggris tersebut. Entah apakah si pohon
jati ikut berduka atas perceraian penanamnya.
Selain
Jati Londo, Pangeran Charles juga meninggalkan rute yang menjadi favorit para
pengunjung Wanagama. Rute tersebut berawal dari Wisma Cendana dan berakhir di
Bukit Hell. Jalan menuju bukit itu hanya sepanjang 50 meter yang di kanan
kirinya terdapat banyak pohon cendana.
Jati
adalah salah satu jenis pohon yang paling banyak terdapat di Wanagama. Tanaman
ini terkenal karena keawetan dan kekuatannya. Kelebihan jati amat terkenal
hingga diwaspadai oleh angkatan laut Kerajaan Inggris. Manual kelautan Inggris
menyarankan untuk menghindari kapal jung Tiongkok yang terbuat dari jati karena
dapat merusak baja kapal marinir Inggris jika berbenturan (Wikipedia).
Wanagama
dan Masyarakat sekitar
Wanagama
tak hanya menjadi tempat tumbuh dan hidup berbagai jenis pepohonan, namun juga
tempat bergantung hidup masyarakat sekitarnya. Masyarakat dan Wanagama bermitra
serta menjalin hubungan yang saling menguntungkan kedua belah pihak.
Beternak
sapi merupakan mata pencarian sebagian besar masyarakat sekitar Wanagama.
Masyarakat diperbolehkan menanam rumput kalanjana di sela-sela lahan kosong
Wanagama. Rumput tersebut menjadi makanan bagi sapi-sapi milik warga. Sebagai
timbal baliknya, Wanagama mendapat pupuk kandang yang berasal dari kotoran
ternak.
Selain
itu, terdapat pula beberapa anggota masyarakat yang berjualan madu. Madu
didapat dari peternakan lebah yang terdapat di sebelah timur laut Wanagama.
Sama seperti rumput kalanjana, peternakan lebah juga berada di tengah rimbun
lahan Wanagama. Stok madu biasanya berlimpah saat musim hujan, karena pada saat
itu bunga bermekaran. Jika ingin membawa madu sebagai buah tangan, cukup
mengeluarkan sekitar Rp 80.000 per botolnya.
Mengelilingi
Wanagama memang cukup meletihkan, namun semua sebanding dengan kepuasan yang
didapat. Kita akan terkagum dengan mahakarya reboisasi ini.
AIR
TERJUN SRI GETHUK
Terletak
di antara ngarai Sungai Oya yang dikelilingi areal persawahan nan hijau, Air
Terjun Sri Gethuk selalu mengalir tanpa mengenal musim. Gemuruhnya menjadi
pemecah keheningan di bumi Gunungkidul yang terkenal kering.
AIR
TERJUN SRI GETHUK Gemuruh Suara Air Pemecah Hening di Tanah Kering
Eksotisme
Grand Canyon di daerah utara Arizona, Amerika Serikat tentunya tak bisa
disangkal lagi. Grand Canyon merupakan bentukan alam berupa jurang dan tebing
terjal yang dihiasi oleh aliran Sungai Colorado. Nama Grand Canyon kemudian
diplesetkan menjadi Green Canyon untuk menyebut obyek wisata di Jawa Barat yang
hampir serupa, yakni aliran sungai yang membelah tebing-tebing tinggi.
Gunungkidul sebagai daerah yang sering diasumsikan sebagai wilayah kering dan
tandus ternyata juga menyimpan keindahan serupa, yakni hijaunya aliran sungai
yang membelah ngarai dengan air terjun indah yang tak pernah berhenti mengalir
di setiap musim. Air terjun tersebut dikenal dengan nama Air Terjun Sri Gethuk.
Terletak
di Desa Wisata Bleberan, Air Terjun Sri Gethuk menjadi salah satu spot wisata
yang sayang untuk dilewatkan. Untuk mencapai tempat ini Anda harus naik kendaraan
melewati areal hutan kayu putih milik PERHUTANI dengan kondisi jalan yang
bervariasi mulai dari aspal bagus hingga jalan makadam. Memasuki Dusun
Menggoran, tanaman kayu putih berganti dengan ladang jati yang rapat.
Sesampainya di areal pemancingan yang juga berfungsi sebagai tempat parkir,
terdapat dua pilihan jalan untuk mencapai air terjun. Pilihan pertama yakni
menyusuri jalan setapak dengan pemandangan sawah nan hijau berhiaskan nyiur
kelapa, sedangkan pilihan kedua adalah naik melawan arus Sungai Oya.
Perjalanan
menuju Air Terjun Sri Gethuk pun dimulai saat mentari belum naik tinggi. Pagi
itu Sungai Oya terlihat begitu hijau dan tenang, menyatu dengan keheningan
tebing-tebing karst yang berdiri dengan gagah di kanan kiri sungai. Suara rakit
yang melaju melawan arus sungai menyibak keheningan pagi. Sembari mengatur laju
rakit, seorang pemandu menceritakan asal muasal nama Air Terjun Sri Gethuk.
Berdasarkan cerita yang dipercayai masyarakat, air terjun tersebut merupakan
tempat penyimpanan kethuk yang merupakan salah satu instrumen gamelan milik Jin
Anggo Meduro. Oleh karena itu disebut dengan nama Air Terjun Sri Gethuk. Konon,
pada saat-saat tertentu masyarakat Dukuh Menggoran masih sering mendengar suara
gamelan mengalun dari arah air terjun.
Tak
berapa lama menaiki rakit, suara gemuruh mulai terdengar. Sri Gethuk menanti di
depan mata. Bebatuan yang indah di bawah air terjun membentuk undak-undakan
laksana tepian kolam renang mewah, memanggil siapa saja untuk bermain di dalam
air. Kita harus turun dari rakit dan melompati bebatuan untuk sampai di bawah
air terjun dan mandi di bawahnya. Kali ini rasanya seperti berada di negeri
antah berantah di mana air mengalir begitu melimpah. Air mengalir di sela-sela
jemari kaki, air memercik ke seluruh tubuh, air mengalir di mana-mana. Jika anda beruntung anda akan melihat selengkung
bianglala nan mempesona menghiasi air terjun, pelangi.
Biaya:
Tiket:
Rp. 3.000 (merupakan tiket terusan dengan Gua Rancang Kencono)
Tarif
naik rakit: Rp 5.000 / orang (pulang pergi)
Sewa
ban: Rp. 2.000 / orang
PUNCAK
SUROLOYO
Puncak
Suroloyo yang menjadi tempat pertapaan Sultan Agung dan kiblat pancering bumi
di tanah Jawa memberi anda kesempatan melihat empat gunung besar di Pulau Jawa,
Candi Borobudur dan pemandangan matahari terbit.
Puncak
Suroloyo, Meneropong Borobudur dari Pertapaan Sultan Agung
Matahari
muncul dalam warna kemerahan kurang lebih pada pukul 5.00 WIB, menyembul di
antara ranting pohon yang berwarna hijau. Sinarnya membuat langit terbagi dalam
tiga warna utama, biru, jingga dan kuning. Serentak saat warna langit mulai
terbagi, sekelompok burung berwarna hitam mulai meramaikan angkasa dan membuat
suara serangga tanah yang semula kencang perlahan melirih.
Empat
gunung besar di Pulau Jawa, yaitu Merapi, Merbabu, Sumbing dan Sindoro
menyembul di antara kabut putih. Ketebalan kabut putih itu tampak seperti ombak
yang menenggelamkan daratan hingga yang tersisa hanya sawah yang membentuk
susunan tapak siring dan pepohonan yang terletak di dataran yang lebih tinggi.
Dari balik kabut putih itu pula, stupa puncak Candi Borobudur yang tampak
berwarna hitam muncul di permukaan lautan kabut.
Itulah
pemandangan yang bisa dilihat saat fajar ketika berdiri di Puncak Suroloyo,
buykit tertinggi di Pegunungan Menoreh yang berada pada 1.091 meter di atas
permukaan laut. Untuk menikmatinya, anda harus melewati jalan berkelok tajam
serta menakhlukkan tanjakan yang cukup curam, dan memulai perjalanan setidaknya
pada pukul 2 dini hari. Dua jalur bisa dipilih, pertama rute Jalan Godean -
Sentolo - Kalibawang dan kedua rute Jalan Magelang - Pasar Muntilan -
Kalibawang. Rute pertama lebih baik dipilih karena akan membawa anda lebih
cepat sampai. Tentu anda mesti berada dalam kondisi fisik prima, demikian juga
kendaraan yang mesti berisi bahan bakar penuh serta bila perlu membawa ban
cadangan.
Setelah
berjalan kurang lebih 40 km, anda akan menemui papan penunjuk ke arah Sendang
Sono. Anda bisa berbelok ke kiri untuk menuju Puncak Suroloyo, namun disarankan
anda berjalan terus dahulu sejauh 500 meter hingga menemui pertigaan kecil dan
berbelok ke kiri karena jalannya lebih halus. Dari situ, anda masih harus
menanjak lagi sejauh 15 km untuk menuju Puncak Suroloyo. Sebuah perjalanan yang
melelahkan memang, namun terbayar dengan keindahan pemandangan yang dapat
dilihat.
Pertanda
anda telah sampai di bukit Suroloyo adalah terlihatnya tiga buah gardu pandang
yang juga dikenal dengan istilah pertapaan, yang masing-masing bernama
Suroloyo, Sariloyo dan Kaendran. Suroloyo adalah pertapaan yang pertama kali
dijumpai, bisa dijangkau dengan berjalan kaki menaiki 286 anak tangga dengan
kemiringan 300 - 600. Dari puncak, anda bisa melihat Candi Borobudur dengan
lebih jelas, Gunung Merapi dan Merbabu, serta pemandangan kota Magelang bila
kabut tak menutupi.
Pertapaan
Suroloyo merupakan yang paling legendaris. Menurut cerita, di pertapaan inilah
Raden Mas Rangsang yang kemudian bergelar Sultan Agung Hanyokrokusumo bertapa
untuk menjalankan wangsit yang datang padanya. Dalam kitab Cabolek karya
Ngabehi Yosodipuro yang ditulis pada abad 18, Sultan Agung mendapat dua
wangsit, pertama bahwa ia akan menjadi penguasa tanah Jawa sehingga
mendorongnya berjalan ke arah barat Kotagede hingga sampai di Pegunungan Menoreh,
keduia bahwa ia harus melakuykan tapa kesatrian agar bisa menjadi penguasa.
Menuju
pertapaan lain, anda akan melihat pemandangan yang berbeda pula. Di puncak
Sariloyo yang terletak 200 meter barat pertapaan Suroloyo, anda akan melihat
Gunung Sumbing dan Sindoro dengan lebih jelas. Sebelum mencapai pertapaan itu,
anda bisa melihat tugu pembatas propinsi DIY dengan Jawa Tengah yang berdiri di
tanah datar Tegal Kepanasan. Dari pertapaan Sariloyo, bila berjalan 250 meter
dan naik ke pertapaan Kaendran, anda akan dapat melihat pemandangan kota Kulon
Progo dan keindahan panati Glagah.
Usai
melihat pemandangan di ketiga pertapaan, anda bisa berkeliling wilayah Puncak
Suroloyo dan melihat aktivitas penduduk di pagi hari. Biasanya, mulai sekitar
pukul 5 pagi penduduk sudah berangkat ke sawah sambil menghisap rokok linting.
Bila anda berjalan di dekat para penduduk itu, aroma sedap kemenyan akan
menyapa indra penciuman sebab kebanyakan pria yang merokok mencampur tembakau
linting dengan kemenyan untuk menyedapkan aroma.
Selain
memiliki pemandangan yang mengagumkan, Puncak Suroloyo juga menyimpan mitos.
Puncak ini diyakini sebagai kiblat pancering bumi (pusat dari empat penjuru) di
tanah Jawa. Masyarakat setempat percaya bahwa puncak ini adalah pertemuan dua
garis yang ditarik dari utara ke selatan dan dari arah barat ke timur Pulau
Jawa. Dengan mitos, sejarah beserta pemandangan alamnya, tentu tempat ini
sangat tepat untuk dikunjungi pada hari pertama di tahun baru.
KALIURANG
Menikmati
pesona alam di ujung utara Yogyakarta. Bersentuhan dengan udara sejuk dan
meresapi suasana romantis ala nyonya dan meneer Belanda tempo doeloe di
Kaliurang yang terletak di kaki Gunung Merapi.
KALIURANG
- Plesir ala Nyonya dan Meneer
Pada
awal abad ke-19, sejumlah ahli geologi Belanda yang tinggal di Yogyakarta,
bermaksud mencari tempat peristirahatan bagi keluarganya. Mereka menyusuri
kawasan utara yang merupakan dataran tinggi. Sesampainya di Kaliurang yang
berada di ketinggian 900 meter dari permukaan laut, para "meneer"
tersebut terpesona dengan keindahan dan kesejukan alam di kaki gunung itu.
Mereka akhirnya membangun bungalow-bungalow dan memutuskan kawasan itu sebagai
tempat peristirahatan mereka.
Perjalanan
menuju kaliurang dari arah Jogja akan mengingatkan kita pada lukisan pemandangan
saat masih di taman kanak-kanak. Sebuah gunung dengan jalan di tengahnya serta
hamparan hijau yang membentang di kedua sisinya dihiasi dengan rumah penduduk,
akan menghilangkan penat dalam bingkai lukisan alam.
Diselimuti
angin yang berhembus sejuk, bahkan di saat mentari tepat di atas kepala,
kesejukan itu masih terasa. Udara yang menari melewati pepohonan dan turun
dengan gemulai, memberi rasa segar ketika menerpa tubuh.
Pemandangan
Gunung Merapi memberi sensasi tersendiri di kawasan ini. Bagaikan seorang gadis
desa yang menutup tabirnya bila sengaja diperhatikan, gunung ini akan tertutup
kabut seolah malu bila sengaja datang untuk melihatnya.
Menyusur
sisi barat Bukit Plawangan sejauh 1100 meter, menempuh perjalanan lintas alam,
melalui jalan tanah yang diapit pepohonan dan lereng rimbun, deretan 22 gua
peninggalan Jepang menjadi salah satu keunikan wisata alam Kaliurang.
Di
samping keindahan alamnya, Kaliurang juga mempunyai beberapa bangunan
peninggalan sejarah. Diantaranya adalah Wisma Kaliurang dan Pesangrahan Dalem
Ngeksigondo milik Kraton yang pernah dipakai sebagai tempat berlangsungnya
Komisi Tiga Negara. Atau Museum Ullen Sentalu yang sebagian bangunannya berada
di bawah tanah. Museum ini menguak misteri kebudayaan dan nilai-nilai sejarah Jawa,
terutama yang berhubungan dengan putri Kraton Yogyakarta dan Surakarta pada
abad ke-19.
Kawasan
Rekreasi Keluarga
Berjarak
28 kilometer dari pusat kota Yogyakarta, Kaliurang kini menjadi sebuah kawasan
wisata alam dan budaya yang memikat, serta menjadi tempat yang menyenangkan
untuk rekreasi keluarga.
Bersantai
dengan keluarga, orang tua bisa bersantai sambil mengawasi anak-anak bermain di
Taman Rekreasi Kaliurang. Di dalam taman seluas 10.000 meter persegi anak-anak
bisa bermain ayunan, perosotan, atau berenang di kolam renang mini. Selain itu
di taman yang dihiasi oleh patung jin ala kisah 1001 malam dan beberapa jenis
hewan ini, anak-anak juga bisa bermain mini car atau memasuki mulut patung
seekor naga yang membentuk lorong kecil dan berakhir di bagian ekornya.
Sekitar
300 meter ke arah timur laut dari taman rekreasi terdapat Taman Wisata
Plawangan Turgo. Di kawasan taman wisata ini terdapat kolam renang Tlogo Putri
yang airnya berasal dari mata air di lereng Bukit Plawangan. Bermain ayunan
atau bercanda bersama keluarga di taman bermain yang berada di dalam taman
wisata, rasa lelah akan lebur dalam rimbunnya taman perhutani.
Melangkahkan
kaki menyusuri sisi timur, melihat beberapa ekor monyet yang berloncatan dan
berayun di dahan, menikmati kicau burung di jalur berbatu susun dan tangga
berundak di jalan menanjak sejauh 900 meter; mungkin akan sedikit melelahkan,
tetapi pemandangan Gunung Merapi di saat cuaca cerah dari Bukit Pronojiwo, akan
menggantikan rasa lelah dengan kekaguman. Air minum yang dijual oleh wanita penjaja
minuman di puncak Pronojiwo bisa melepas rasa dahaga sambil menikmati Merapi
yang berdiri tegak di tengah rimbunnya hamparan hijau. Setiap hari libur,
Merapi bisa dilihat melalui teropong yang disewakan dengan tarif Rp.3000 selama
30 menit.
Sesampainya
kembali di lokasi taman bermain, bersantailah sejenak di Tlogo Muncar.
Meredakan letih sambil menikmati air yang terjun di sela-sela bebatuan.
Biasanya air akan mengalir dengan deras di musim penghujan.
Jika
ingin menikmati pemandangan Kaliurang, para pengunjung bisa berkeliling
menggunakan kereta kelinci yang dikenal dengan istilah sepoer. Kendaraan ini
biasa mangkal di depan taman wisata yang dipenuhi dengan kios-kios penjaja
makanan. Jalur yang dilaluinya mengitari kawasan wisata Kaliurang dari timur ke
barat. Melewati gardu pandang yang terletak di sebelah barat, Merapi akan
terlihat jelas ketika cuaca cerah. Tarif untuk menaiki kendaraan ini Rp.3.000
per orang jika yang naik minimal tujuh orang. Untuk perjalanan eksklusif,
Rp.20.000 akan membuat perjalanan layaknya seorang bangsawan.
Bila
ingin merasakan sejuknya angin dan heningnya malam di Kaliurang, berbagai
villa, bungalow, pesanggrahan atau pondok wisata bisa menjadi pilihan. Tarifnya
juga beragam, mulai dari yang 25 ribuan hingga 200 ribuan. Beberapa penginapan
yang bisa anda nikmati, antara lain: Bukit Surya (paling disarankan), Puri
Indah Inn (bintang 3), Wisma Sejahtera, dll.
Sebelum
pulang pastikan untuk membawa sedikit oleh-oleh yang dijajakan. Mulai dari
buah-buahan produksi petani lokal hingga makanan khas yakni tempe dan tahu
bacem serta jadah (makanan yang terbuat dari beras ketan dan parutan kelapa).
Hamparan
hijau di kaki gunung, udara sejuk dan segala paket kemewahan alamnya, akan
meredakan segala kepenatan dan memberikan kesegaran dari hiruk pikuknya
perkotaan.
KALIADEM
Kaliadem
adalah tempat melihat keindahan Gunung Merapi dan jejak ganasnya letusan gunung
itu pada tahun 2006 lalu.
KALIADEM
- Melihat dari Dekat Wajah Asli Gunung Merapi
Kata
orang-orang, pagi hari adalah saat terbaik untuk menikmati pemandangan Gunung
Merapi sebelum berselimut kabut. Jadi pukul 07.00 adalah waktu yang tepat untuk
berangkat menuju Kaliadem, sebuah kawasan sejuk yang berada di kaki Gunung
Merapi, sekitar 25 km utara Kota Jogja. Pilihlah jalur alternatif lewat Maguwo
karena jalur itu memiliki lebih banyak sawah ketimbang lewat Jalan Kaliurang.
Benar saja, baru beberapa kilometer menjauhi kota, pemandangan hijaunya sawah
langsung memanjakan mata, bagaikan lukisan-lukisan Mooi Indie. Udara sejuk pun
segera menyergap lewat jendela mobil yang dibiarkan terbuka. Samar-samar
tercium aroma batang padi; baunya segar, seperti bau rumput sehabis dimandikan
hujan.
Matahari
belum tinggi ketika tiba di Kaliadem, beberapa penduduk setempat tampak mulai
bersiap-siap mencari rumput untuk ternak mereka. Walau ada kabut tipis, Gunung
Merapi memang terlihat utuh seperti yang diharapkan. Berdiri menjulang hingga
2980 meter di atas permukaan laut, gunung itu benar-benar terlihat gagah.
Punggungnya tampak berkilauan ditimpa sinar matahari pagi, sementara puncaknya
mengeluarkan asap tipis, inilah salah satu gunung berapi paling aktif di
Indonesia!
Di
balik penampilannya yang begitu tenang, Gunung Merapi menyimpan kekuatan alam
yang dahsyat. Sebagian ilmuwan menduga letusan besar Gunung Merapi adalah
penyebab kerajaan Mataram Kuno berpindah ke Jawa Timur pada abad ke-10. Ketika
meletus, Gunung Merapi sanggup menyemburkan awan panas (800-1000 derajat
celcius) yang meluncur ke bawah dengan kecepatan hingga 70 km/jam. Pada tahun
1930, awan panas dari letusan Gunung Merapi menghanguskan hutan, 13 desa, dan
1400 penduduk dalam sekejap.
Letusan
terakhir Gunung Merapi terjadi pada tahun 2006 lalu. Jutaan kubik material
vulkanik tumpah di Kali Gendol dan Kali Krasak, sebagian kecil sisanya
menerjang Kaliadem dan meninggalkan jejak yang masih bisa kita saksikan.
Kaliadem yang dulunya merupakan hutan pinus kini tertimbun pasir, batu, dan
material vulkanik lainnya. Di sebelah timur tampak reruntuhan warung yang
tertimbun material vulkanik hingga setengah bangunan. Di sebelah barat ada
sebuah bunker perlindungan yang ironisnya juga tertimbun material vulkanik
setebal 3 meter. Letusan Gunung Merapi tahun 2006 ini turut menewaskan 2 orang
yang berlindung dalam bunker tersebut. Butuh waktu berminggu-minggu setelah
letusan barulah material vulkanik yang menimbun Kaliadem itu mendingin dan
kawasan tersebut bisa dikunjungi lagi.
Namun
seperti unjuk kekuatan alam lainnya, letusan Gunung Merapi juga memiliki sisi
baik. Abu vulkanik dari Gunung Merapi memberikan kesuburan bagi tanah di kaki
gunung dan ribuan hektar sawah di bawahnya. Jutaan kubik pasir yang dimuntahkan
juga telah menghidupi ratusan penduduk setempat yang mencari nafkah dengan
menambang pasir. Empat tahun setelah letusan, kawasan Kaliadem sudah hijau dan
sejuk lagi. Pohon-pohon pinus yang dulu hangus, kini sudah mulai tumbuh.
Kaliadem sekarang menjadi obyek wisata alam tempat menikmati keindahan Gunung
Merapi sekaligus menyaksikan bukti bahwa alam memiliki keseimbangannya sendiri.
Mbah
Maridjan, Juru Kunci Gunung Merapi
Sebelum
pulang, mungkin anda bisa singgah sebentar ke rumah Mbah Maridjan di sebelah
selatan Kaliadem. Kakek kelahiran 1927 ini adalah abdi dalem yang diberi mandat
oleh Sultan Yogyakarta untuk menjadi Juru Kunci Gunung Merapi, meneruskan
jabatan ayahnya.
Sebagai
juru kunci, beliau bertugas untuk "menjaga" Gunung Merapi. Setiap
tahun beliau juga bertugas memimpin ritual Labuhan Merapi, ratusan orang
mendaki hingga ke dekat puncak Gunung Merapi lalu berdoa bersama untuk memohon
perlindungan pada Sang Khalik. Tradisi tersebut dilaksanakan setiap bulan Rajab
dalam penanggalan Jawa.
Sosok
Mbah Maridjan menjadi sangat populer menjelang meletusnya Gunung Merapi tahun
2006 lalu. Awal Mei tahun itu, Gunung Merapi mulai mengeluarkan lava pijar.
Komputer canggih yang dilengkapi sensor sudah memperkirakan Gunung Merapi akan
segera meletus. Namun Mbah Maridjan menolak untuk mengungsi dengan alasan
melaksanakan tugas diamanatkan Sultan padanya. Beberapa hari kemudian Mbah
Maridjan malah mendaki Gunung Merapi dan berdoa sepanjang hari agar Tuhan
melindungi jiwa dan rumah penduduk. Percaya atau tidak, Gunung Merapi lalu
mereda dan Presiden SBY pun sempat meninjau lokasi. Sebagian dari 11.0000
penduduk yang sudah dievakuasi lalu diperbolehkan pulang ke rumah
masing-masing.
Gunung
Merapi baru meletus sebulan kemudian dan jutaan kubik materialnya menimbun Kali
Gendol, Kali Krasak, dan Kaliadem; namun tidak ada korban jiwa selain 2 orang
yang tewas di dalam bunker. Sejak peristiwa itu nama Mbah Maridjan sangat
populer di Indonesia akibat liputan media massa yang bertubi-tubi. Banyak orang
lalu mengaitkan sosok beliau dengan kekuatan supranatural, bahkan tidak sedikit
yang mendatangi beliau untuk meminta "berkah". Sesungguhnya, Mbah
Maridjan bukanlah seperti anggapan orang-orang. Mbah Maridjan adalah sosok yang
bersahaja, ramah, sekaligus religius.
Mbah
Maridjan bercerita bahwa setiap kali gunung itu memperlihatkan tanda-tanda akan
meletus, beliau adalah orang yang paling kerepotan. Siang malam rumah Juru
Kunci Gunung Merapi itu akan dibanjiri ratusan tamu hingga kakek yang sudah
renta itu nyaris tidak bisa beristirahat. Tamu-tamu itu biasanya menanyakan hal
yang sama: kapan kira-kira gunung itu akan meletus? Jawaban Mbah Maridjan pun
selalu sama, "Jangan tanya saya. Tanyalah pada Gusti Allah yang Maha
Berkehendak."
Sebagai
abdi dalem, beliau menerima gaji sebesar Rp. 5.800 / bulan. Jumlah itu
sebenarnya hanya bisa untuk membeli 1 liter beras, namun Mbah Maridjan (seperti
juga ribuan abdi dalem lainnya) merasa sudah cukup dengan hidup bersahaja.
"Hidup itu jangan berlebihan, harus sering melihat ke bawah," nasehat
Mbah Maridjan pada tamunya.
GUNUNG
NGLANGGERAN
Gunung
Nglanggeran adalah gunung api purba berbentuk bongkahan batu raksasa. Selain
dapat menyaksikan sunset & sunrise yang mempesona serta gemerlap Jogja di
malam hari, di Puncak Timur Nglanggeran juga terdapat misteri dusun dengan 7
kepala keluarga.
GUNUNG
NGLANGGERAN Gunung Api Purba dengan 7 Keluarga
Menyaksikan
mentari terbit dari puncak gunung merupakan satu kemewahan yang tidak semua
orang bisa menikmatinya. Rute yang ekstrim, cuaca yang tidak menentu,
perjalanan yang berat, serta jauhnya jarak yang harus ditempuh dengan berjalan
kaki menjadi penghalang utama bagi sebagian orang. Namun hal ini tidak berlaku
di Gunung Nglanggeran, Patuk, Gunungkidul. Hanya memakan waktu 1 hingga 1,5 jam
pendakian, Anda akan tiba di puncak barat Gunung Nglanggeran, Gunung Gede.
Pemandangan indah yang memanjakan mata pun menyambut. Sejauh mata memandang
yang terlihat hamparan awan di ketinggian, jajaran gunung batu dengan bentuk
yang unik, perkampungan warga, serta hijaunya sawah dan ladang. Saat senja
menjelang, Kota Jogja akan terlihat laksana lautan kunang-kunang. Taburan
cahaya bintang dan gemerlap lampu kota yang terlihat dari kejauhan menjadi
pemandangan romantis bagi siapa saja yang berkemah di gunung ini.
Gunung
Nglanggeran merupakan gunung api purba yang pernah aktif puluhan juta tahun
lalu. Terletak di kawasan karst Baturagung, gunung yang litologinya tersusun
oleh fragmen material vulkanik tua ini memiliki dua puncak yakni puncak barat
dan puncak timur, serta sebuah kaldera ditengahnya. Saat ini Gunung Nglanggeran
berupa deretan gunung batu raksasa dengan pemandangan eksotik serta bentuk dan
nama yang unik dengan beragam cerita rakyat sebagai pengiringnya. Gunung-gunung
tersebut biasanya dinamakan sesuai dengan bentuknya, seperti Gunung 5 Jari,
Gunung Kelir, dan Gunung Wayang.
Menurut
pengelola, tempat ini merupakan spot terbaik untuk menikmat sunrise. Terdapat rumah
Mbah Redjodimulyo selaku sesepuh yang tinggal di Pucak Nglanggeran. Menurut
Mbah Redjo, Dusun Tlogo Mardidho yang ada di Puncak Nglanggeran hanya boleh
dihuni oleh 7 kepala keluarga. Jika kepala keluarga yang tinggal di dusun ini
kurang atau lebih maka akan terjadi hal-hal buruk yang tidak diinginkan. Hal
ini bisa dilihat dengan keberadaan makam di Puncak Nglanggeran. Oleh karena
itu, jika anak-anak mereka sudah berkeluarga maka keluarga baru tersebut harus
meninggalkan Dusun Tlogo Mardhido.
Berbeda
dengan puncak timur yang masih bisa dicapai menggunakan sepeda motor, untuk
mencapai Gunung Gede siapapun wajib tracking. Menyusuri jalan setapak dengan
bukit batu di sisi kanan dan kiri jalan menjadi pengalaman mengasyikkan.
Semakin ke atas, jalan semakin terjal. Beberapa tali dipasang guna memudahkan
para pendaki. Belum usai menghela nafas, tantangan baru menghadang. Sebuah
celah sempit nan curam dengan bukit batu di kanan dan kirinya menyambut. Lorong
sempit yang agak gelap ini hanya bisa dilewati oleh satu orang.
Tiket: Rp. 3.000 (siang); Rp. 5.000 (malam)
Paket Wisata:
Paket
Tracking (minimal 3 orang): Rp. 25.000 / orang
Tiket,
guide, jelajah desa, kelapa muda / dawet khas Kalisong
Paket
4 jam di Dewa Pesona Purba (minimal 5 orang): Rp 35.000 / orang
Tiket,
guide, jelajah desa, belajar budidaya kakao, kelapa muda
Paket
Outbond 1 (minimal 40 orang): Rp 50.000 / orang
Tiket,
guide, jelajah desa, game, belajar budidaya kakao, kelapa muda / soto omahan
Paket
Outbond 2 (minimal 40 orang): Rp 100.000 / orang
Tiket,
guide, jelajah desa, game, belajar budidaya kakao, flying fox, makan 1 X, snack
2 X
Paket
Puncak Timur: Rp 100.000
Tiket,
guide, jelajah desa, Tlogo Guyangan, misteri desa 7KK, sunset Nglanggeran,
kelapa muda
Paket
Sunset & Sunrise: Rp 300.000
Tiket,
guide, jelajah desa, homestay, Nglanggeran sunset, Nglanggeran sunrise, snack 2
X
GUA
RANCANG KENCONO
Gua
Rancang Kencono merupakan gua yang sarat cerita mulai dari jaman prasejarah
hingga masa-masa perjuangan Laskar Mataram. Sebuah pohon klumpit berusia
ratusan tahun menjadi saksi bisu beragam kisah yang tercipta di gua ini.
GUA
RANCANG KENCONO Gua Bersejarah di Bawah Naungan Pohon Klumpit Raksasa
Gunungkidul
merupakan salah satu kabupaten yang wilayahnya termasuk dalam Kawasan Karst
Pegunungan Sewu dengan bentang alam yang unik. Selain fenomena di permukaan
(eksokarst) yang berbentuk perbukitan karst, di Gunungkidul juga terdapat
fenomena di bawah permukaan (endokarst) yang berbentuk sungai bawah tanah,
lembah, telaga, hingga luweng dan gua. Karena itu tak heran jika Gunungkidul
memiliki banyak gua yang tersebar di perut bumi. Salah satu gua yang bisa
dimasuki siapa saja tanpa peralatan khusus adalah Gua Rancang Kencono yang
terletak di Desa Wisata Bleberan.
Berdasarkan
buku "Mozaik Pusaka Budaya Yogyakarta" yang disusun oleh Balai
Pelestarian Peninggalan Purbakala Yogyakarta, Gua Rancang Kencono merupakan gua
purba sejajar dengan Gua Braholo yang terdapat di Kecamatan Rongkop, hal ini
didasarkan pada penemuan artefak dan tulang belulang yang diperkirakan hidup
pada ribuan tahun yang lalu. Gua yang mempunyai ruangan luas dan lapang dengan
pohon klumpit (Terminalia edulis) yang diperkirakan sudah berusia lebih dari 2
abad ini pernah dijadikan sebagai tempat persembunyian dan pertemuan Laskar
Mataram pada saat menyusun rencana untuk mengusir Belanda dari Kasultanan
Ngayogyakarta Hadiningrat. Karena digunakan untuk merancang strategi demi
tujuan mulia maka gua ini dinamakan Gua Rancang Kencono.
Untuk
memasuki Gua Rancang Kencono cukup menuruni tangga batu yang sudah dibangun
sejak dulu. Sebatang pohon klumpit yang tingginya sudah melampaui atap gua
menyambut dengan gagahnya. Lubang besar akibat lapuk terlihat di batang pohon
menjadi penanda usianya yang sudah renta. Gua Rancang Kencono memiliki sebuah
pelataran atau ruang yang luas dan bisa digunakan untuk mengadakan pertemuan.
Stalaktit tampak menghiasi langit-langit gua, banyak diantaranya sudah mati
sehingga tidak terlihat lagi air yang menetes. Di sebelah ruangan yang luas
terdapat ruang kecil dan sempit serta gelap gulita. Untuk memasuki ruang ini harus
melewati sebuah celah kecil dengan merunduk. Di dalam ruang yang sempit ini
terdapat lukisan bendera merah putih serta kata-kata penyemangat yang ditujukan
kepada para pejuang. Baru 10 menit di ruangan udara sudah terasa pengap,
kembali ke pelataran pun menjadi pilihan.
Selain
relung gua yang sempit dan gelap, di sisi lain juga terdapat lorong yang konon
menghubungkan Gua Rancang Kencono dengan Air Terjun Sri Gethuk. Saat memasuki
lorong tersebut harus berjalan jongkok bahkan sesekali merangkak karena
langit-langitnya sangat pendek. Menurut pengelola, sebagian lorong tersebut
telah runtuh sehingga tidak bisa ditelusuri. Saat malam menjelang, Gua Rancang
Kencono yang disinari samar cahaya bulan terlihat mistis sekaligus eksotis.
Redup cahaya bintang dan sinar lampu taman yang tidak terlalu benderang menjadi
teman setia berbincang sambil menikmati secangkir wedang jahe. Derik serangga
berpadu dengan desau angin menciptakan simfoni alam yang merdu dan mengiringi
obrolan hingga larut malam.
Tiket: Rp.
3.000 (merupakan tiket terusan dengan Air Terjun Sri Gethuk).
0 komentar:
Posting Komentar