banaanaalicious. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

TEMPAT WISATA DI YOGYAKARTA (PART 2) : WISATA ALAM

WANAGAMA



 Tekad seorang srikandi masa kini bernama Oemi Han'in mampu mengubah lahan kritis bukit kapur menjadi hutan hijau. Sebuah mahakarya reboisasi yang telah membuat Pangeran Charles berkunjung ke Wanagama dan meninggalkan kenang-kenangan di sana.


WANAGAMA, Sepenggal Kisah Reboisasi Hingga Pohon Jati Pangeran Charles
Wanagama meliputi empat desa di Kecamatan Patuk dan Playen, Gunung Kidul, yang berjarak tempuh satu jam perjalanan menggunakan kendaraan bermotor. Sepanjang perjalanan berjarak 35 kilometer tersebut, kita dapat melihat pemandangan indah kota Yogyakarta dari ketinggian. Sampai di perempatan lampu merah setelah Rest Area Bunder, terdapat plang penunjuk jalan dengan tulisan Wanagama dan panah kanan. YogYES kemudian berbelok ke kanan menyusuri jalan yang mengecil namun tetap beraspal. Gapura bertuliskan Hutan Wanagama seolah memberitahu pengunjung bahwa mereka telah tiba di hutan yang mulai dibangun sejak 1964 ini.


Menghijaukan lahan kritis
Menyusuri Wanagama di masa sekarang, kita tak akan menyangka bahwa dahulunya tempat ini tandus dan gersang. Sebuah keadaan yang disebabkan oleh penebangan liar.

Keprihatinan akan kritis dan tandusnya lahan tersebut menggerakkan beberapa akademisi dari Fakultas Kehutanan Gadjah Mada untuk menghijaukannya. Dimulailah pekerjaan besar mereboisasi daerah yang berjenis tanah mediteran coklat kemerahan tersebut.

Proyek penghijauan itu dipelopori oleh Prof. Oemi Hani'in Suseno dan menggeliat sejak tahun 1964. Dengan bermodal uang pribadi, guru besar peraih anugerah Kalpataru (penghargaan tertinggi di Indonesia untuk urusan lingkungan) tersebut menanami Wanagama yang pada saat itu hanya seluas 10 hektar.

Kegigihan Prof. Oemi dan rekan-rekannya menanami lahan kritis menarik perhatian banyak pihak seperti pemerintah dan pecinta lingkungan. Mereka saling bekerjasama untuk mewujudkan Wanagama sehingga berupa hamparan hijau seluas 600 hektar seperti sekarang ini.


Miniatur hutan beragam tanaman
Hutan memang menawarkan sensasi kembali ke alam yang kental. Hal itu pula yang bisa didapat saat berwisata ke Wanagama. Di Wanagama kita seperti sedang berada di miniatur hutan yang berisikan banyak tanaman dari berbagai daerah.

Terdapat barisan jenis pepohonan yang akan menemani perjalanan menyusuri hijaunya Wanagama. Dimulai oleh pohon akasia, pohon penghasil bubur kayu yang menjadi primadona banyak perusahaan HTI (Hutan Tanaman Industri) di Indonesia. Dilanjutkan dengan pohon kayuputih, tanaman yang terkenal dengan minyak atsiri-nya yang berkhasiat untuk menghangatkan badan.

Selain itu ada juga barisan pohon pinus (Pinus merkusii). Deretan pohon yang banyak ditemukan di Sumatera bagian tengah ini cukup meneduhkan kala matahari bersinar dengan teriknya.

Wanagama masih memiliki banyak pepohonan, misalnya eboni (Diospyros celebica) Si Kayu Hitam dari Sulawesi, cendana (Santalum album) Si Pohon Wangi, murbei (Morus Alba) dan jati (Tectona grandis).

Selain tanaman, Wanagama juga memiliki keindahan lain berupa tiga aliran air yakni Sungai Oya, Sendang Ayu, dan Banyu Tibo. Ketiganya menawarkan kesegaran dan kesejukan saat lelah menghampiri setelah mengelilingi Wanagama.


Peninggalan Pangeran Charles di Gunung Kidul
Wanagama memiliki satu pohon yang membuat tempat wisata ini mendunia.

Tanaman itu adalah jati (Tectona grandis) yang ditanam Pangeran Charles saat berkunjung ke Wanagama pada tahun 1989. Konon terdapat hubungan unik antara pohon yang terkenal dengan sebutan Jati Londo ini dengan pernikahan Pangeran Charles dan Putri Diana. Saat bertinggi 1 m, pohon ini mengering berbarengan dengan pengumuman perpisahan pasangan Kerajaan Inggris tersebut. Entah apakah si pohon jati ikut berduka atas perceraian penanamnya.

Selain Jati Londo, Pangeran Charles juga meninggalkan rute yang menjadi favorit para pengunjung Wanagama. Rute tersebut berawal dari Wisma Cendana dan berakhir di Bukit Hell. Jalan menuju bukit itu hanya sepanjang 50 meter yang di kanan kirinya terdapat banyak pohon cendana.

Jati adalah salah satu jenis pohon yang paling banyak terdapat di Wanagama. Tanaman ini terkenal karena keawetan dan kekuatannya. Kelebihan jati amat terkenal hingga diwaspadai oleh angkatan laut Kerajaan Inggris. Manual kelautan Inggris menyarankan untuk menghindari kapal jung Tiongkok yang terbuat dari jati karena dapat merusak baja kapal marinir Inggris jika berbenturan (Wikipedia).


Wanagama dan Masyarakat sekitar
Wanagama tak hanya menjadi tempat tumbuh dan hidup berbagai jenis pepohonan, namun juga tempat bergantung hidup masyarakat sekitarnya. Masyarakat dan Wanagama bermitra serta menjalin hubungan yang saling menguntungkan kedua belah pihak.

Beternak sapi merupakan mata pencarian sebagian besar masyarakat sekitar Wanagama. Masyarakat diperbolehkan menanam rumput kalanjana di sela-sela lahan kosong Wanagama. Rumput tersebut menjadi makanan bagi sapi-sapi milik warga. Sebagai timbal baliknya, Wanagama mendapat pupuk kandang yang berasal dari kotoran ternak.

Selain itu, terdapat pula beberapa anggota masyarakat yang berjualan madu. Madu didapat dari peternakan lebah yang terdapat di sebelah timur laut Wanagama. Sama seperti rumput kalanjana, peternakan lebah juga berada di tengah rimbun lahan Wanagama. Stok madu biasanya berlimpah saat musim hujan, karena pada saat itu bunga bermekaran. Jika ingin membawa madu sebagai buah tangan, cukup mengeluarkan sekitar Rp 80.000 per botolnya.

Mengelilingi Wanagama memang cukup meletihkan, namun semua sebanding dengan kepuasan yang didapat. Kita akan terkagum dengan mahakarya reboisasi ini.





AIR TERJUN SRI GETHUK


 Terletak di antara ngarai Sungai Oya yang dikelilingi areal persawahan nan hijau, Air Terjun Sri Gethuk selalu mengalir tanpa mengenal musim. Gemuruhnya menjadi pemecah keheningan di bumi Gunungkidul yang terkenal kering.


AIR TERJUN SRI GETHUK Gemuruh Suara Air Pemecah Hening di Tanah Kering
Eksotisme Grand Canyon di daerah utara Arizona, Amerika Serikat tentunya tak bisa disangkal lagi. Grand Canyon merupakan bentukan alam berupa jurang dan tebing terjal yang dihiasi oleh aliran Sungai Colorado. Nama Grand Canyon kemudian diplesetkan menjadi Green Canyon untuk menyebut obyek wisata di Jawa Barat yang hampir serupa, yakni aliran sungai yang membelah tebing-tebing tinggi. Gunungkidul sebagai daerah yang sering diasumsikan sebagai wilayah kering dan tandus ternyata juga menyimpan keindahan serupa, yakni hijaunya aliran sungai yang membelah ngarai dengan air terjun indah yang tak pernah berhenti mengalir di setiap musim. Air terjun tersebut dikenal dengan nama Air Terjun Sri Gethuk.

Terletak di Desa Wisata Bleberan, Air Terjun Sri Gethuk menjadi salah satu spot wisata yang sayang untuk dilewatkan. Untuk mencapai tempat ini Anda harus naik kendaraan melewati areal hutan kayu putih milik PERHUTANI dengan kondisi jalan yang bervariasi mulai dari aspal bagus hingga jalan makadam. Memasuki Dusun Menggoran, tanaman kayu putih berganti dengan ladang jati yang rapat. Sesampainya di areal pemancingan yang juga berfungsi sebagai tempat parkir, terdapat dua pilihan jalan untuk mencapai air terjun. Pilihan pertama yakni menyusuri jalan setapak dengan pemandangan sawah nan hijau berhiaskan nyiur kelapa, sedangkan pilihan kedua adalah naik melawan arus Sungai Oya.

Perjalanan menuju Air Terjun Sri Gethuk pun dimulai saat mentari belum naik tinggi. Pagi itu Sungai Oya terlihat begitu hijau dan tenang, menyatu dengan keheningan tebing-tebing karst yang berdiri dengan gagah di kanan kiri sungai. Suara rakit yang melaju melawan arus sungai menyibak keheningan pagi. Sembari mengatur laju rakit, seorang pemandu menceritakan asal muasal nama Air Terjun Sri Gethuk. Berdasarkan cerita yang dipercayai masyarakat, air terjun tersebut merupakan tempat penyimpanan kethuk yang merupakan salah satu instrumen gamelan milik Jin Anggo Meduro. Oleh karena itu disebut dengan nama Air Terjun Sri Gethuk. Konon, pada saat-saat tertentu masyarakat Dukuh Menggoran masih sering mendengar suara gamelan mengalun dari arah air terjun.

Tak berapa lama menaiki rakit, suara gemuruh mulai terdengar. Sri Gethuk menanti di depan mata. Bebatuan yang indah di bawah air terjun membentuk undak-undakan laksana tepian kolam renang mewah, memanggil siapa saja untuk bermain di dalam air. Kita harus turun dari rakit dan melompati bebatuan untuk sampai di bawah air terjun dan mandi di bawahnya. Kali ini rasanya seperti berada di negeri antah berantah di mana air mengalir begitu melimpah. Air mengalir di sela-sela jemari kaki, air memercik ke seluruh tubuh, air mengalir di mana-mana.  Jika anda beruntung anda akan melihat selengkung bianglala nan mempesona menghiasi air terjun, pelangi.

Biaya:
Tiket: Rp. 3.000 (merupakan tiket terusan dengan Gua Rancang Kencono)
Tarif naik rakit: Rp 5.000 / orang (pulang pergi)
Sewa ban: Rp. 2.000 / orang





PUNCAK SUROLOYO




Puncak Suroloyo yang menjadi tempat pertapaan Sultan Agung dan kiblat pancering bumi di tanah Jawa memberi anda kesempatan melihat empat gunung besar di Pulau Jawa, Candi Borobudur dan pemandangan matahari terbit.


Puncak Suroloyo, Meneropong Borobudur dari Pertapaan Sultan Agung
Matahari muncul dalam warna kemerahan kurang lebih pada pukul 5.00 WIB, menyembul di antara ranting pohon yang berwarna hijau. Sinarnya membuat langit terbagi dalam tiga warna utama, biru, jingga dan kuning. Serentak saat warna langit mulai terbagi, sekelompok burung berwarna hitam mulai meramaikan angkasa dan membuat suara serangga tanah yang semula kencang perlahan melirih.

Empat gunung besar di Pulau Jawa, yaitu Merapi, Merbabu, Sumbing dan Sindoro menyembul di antara kabut putih. Ketebalan kabut putih itu tampak seperti ombak yang menenggelamkan daratan hingga yang tersisa hanya sawah yang membentuk susunan tapak siring dan pepohonan yang terletak di dataran yang lebih tinggi. Dari balik kabut putih itu pula, stupa puncak Candi Borobudur yang tampak berwarna hitam muncul di permukaan lautan kabut.
Itulah pemandangan yang bisa dilihat saat fajar ketika berdiri di Puncak Suroloyo, buykit tertinggi di Pegunungan Menoreh yang berada pada 1.091 meter di atas permukaan laut. Untuk menikmatinya, anda harus melewati jalan berkelok tajam serta menakhlukkan tanjakan yang cukup curam, dan memulai perjalanan setidaknya pada pukul 2 dini hari. Dua jalur bisa dipilih, pertama rute Jalan Godean - Sentolo - Kalibawang dan kedua rute Jalan Magelang - Pasar Muntilan - Kalibawang. Rute pertama lebih baik dipilih karena akan membawa anda lebih cepat sampai. Tentu anda mesti berada dalam kondisi fisik prima, demikian juga kendaraan yang mesti berisi bahan bakar penuh serta bila perlu membawa ban cadangan.

Setelah berjalan kurang lebih 40 km, anda akan menemui papan penunjuk ke arah Sendang Sono. Anda bisa berbelok ke kiri untuk menuju Puncak Suroloyo, namun disarankan anda berjalan terus dahulu sejauh 500 meter hingga menemui pertigaan kecil dan berbelok ke kiri karena jalannya lebih halus. Dari situ, anda masih harus menanjak lagi sejauh 15 km untuk menuju Puncak Suroloyo. Sebuah perjalanan yang melelahkan memang, namun terbayar dengan keindahan pemandangan yang dapat dilihat.

Pertanda anda telah sampai di bukit Suroloyo adalah terlihatnya tiga buah gardu pandang yang juga dikenal dengan istilah pertapaan, yang masing-masing bernama Suroloyo, Sariloyo dan Kaendran. Suroloyo adalah pertapaan yang pertama kali dijumpai, bisa dijangkau dengan berjalan kaki menaiki 286 anak tangga dengan kemiringan 300 - 600. Dari puncak, anda bisa melihat Candi Borobudur dengan lebih jelas, Gunung Merapi dan Merbabu, serta pemandangan kota Magelang bila kabut tak menutupi.

Pertapaan Suroloyo merupakan yang paling legendaris. Menurut cerita, di pertapaan inilah Raden Mas Rangsang yang kemudian bergelar Sultan Agung Hanyokrokusumo bertapa untuk menjalankan wangsit yang datang padanya. Dalam kitab Cabolek karya Ngabehi Yosodipuro yang ditulis pada abad 18, Sultan Agung mendapat dua wangsit, pertama bahwa ia akan menjadi penguasa tanah Jawa sehingga mendorongnya berjalan ke arah barat Kotagede hingga sampai di Pegunungan Menoreh, keduia bahwa ia harus melakuykan tapa kesatrian agar bisa menjadi penguasa.

Menuju pertapaan lain, anda akan melihat pemandangan yang berbeda pula. Di puncak Sariloyo yang terletak 200 meter barat pertapaan Suroloyo, anda akan melihat Gunung Sumbing dan Sindoro dengan lebih jelas. Sebelum mencapai pertapaan itu, anda bisa melihat tugu pembatas propinsi DIY dengan Jawa Tengah yang berdiri di tanah datar Tegal Kepanasan. Dari pertapaan Sariloyo, bila berjalan 250 meter dan naik ke pertapaan Kaendran, anda akan dapat melihat pemandangan kota Kulon Progo dan keindahan panati Glagah.

Usai melihat pemandangan di ketiga pertapaan, anda bisa berkeliling wilayah Puncak Suroloyo dan melihat aktivitas penduduk di pagi hari. Biasanya, mulai sekitar pukul 5 pagi penduduk sudah berangkat ke sawah sambil menghisap rokok linting. Bila anda berjalan di dekat para penduduk itu, aroma sedap kemenyan akan menyapa indra penciuman sebab kebanyakan pria yang merokok mencampur tembakau linting dengan kemenyan untuk menyedapkan aroma.

Selain memiliki pemandangan yang mengagumkan, Puncak Suroloyo juga menyimpan mitos. Puncak ini diyakini sebagai kiblat pancering bumi (pusat dari empat penjuru) di tanah Jawa. Masyarakat setempat percaya bahwa puncak ini adalah pertemuan dua garis yang ditarik dari utara ke selatan dan dari arah barat ke timur Pulau Jawa. Dengan mitos, sejarah beserta pemandangan alamnya, tentu tempat ini sangat tepat untuk dikunjungi pada hari pertama di tahun baru.






KALIURANG


Menikmati pesona alam di ujung utara Yogyakarta. Bersentuhan dengan udara sejuk dan meresapi suasana romantis ala nyonya dan meneer Belanda tempo doeloe di Kaliurang yang terletak di kaki Gunung Merapi.


KALIURANG - Plesir ala Nyonya dan Meneer
Pada awal abad ke-19, sejumlah ahli geologi Belanda yang tinggal di Yogyakarta, bermaksud mencari tempat peristirahatan bagi keluarganya. Mereka menyusuri kawasan utara yang merupakan dataran tinggi. Sesampainya di Kaliurang yang berada di ketinggian 900 meter dari permukaan laut, para "meneer" tersebut terpesona dengan keindahan dan kesejukan alam di kaki gunung itu. Mereka akhirnya membangun bungalow-bungalow dan memutuskan kawasan itu sebagai tempat peristirahatan mereka.

Perjalanan menuju kaliurang dari arah Jogja akan mengingatkan kita pada lukisan pemandangan saat masih di taman kanak-kanak. Sebuah gunung dengan jalan di tengahnya serta hamparan hijau yang membentang di kedua sisinya dihiasi dengan rumah penduduk, akan menghilangkan penat dalam bingkai lukisan alam.

Diselimuti angin yang berhembus sejuk, bahkan di saat mentari tepat di atas kepala, kesejukan itu masih terasa. Udara yang menari melewati pepohonan dan turun dengan gemulai, memberi rasa segar ketika menerpa tubuh.

Pemandangan Gunung Merapi memberi sensasi tersendiri di kawasan ini. Bagaikan seorang gadis desa yang menutup tabirnya bila sengaja diperhatikan, gunung ini akan tertutup kabut seolah malu bila sengaja datang untuk melihatnya.

Menyusur sisi barat Bukit Plawangan sejauh 1100 meter, menempuh perjalanan lintas alam, melalui jalan tanah yang diapit pepohonan dan lereng rimbun, deretan 22 gua peninggalan Jepang menjadi salah satu keunikan wisata alam Kaliurang.

Di samping keindahan alamnya, Kaliurang juga mempunyai beberapa bangunan peninggalan sejarah. Diantaranya adalah Wisma Kaliurang dan Pesangrahan Dalem Ngeksigondo milik Kraton yang pernah dipakai sebagai tempat berlangsungnya Komisi Tiga Negara. Atau Museum Ullen Sentalu yang sebagian bangunannya berada di bawah tanah. Museum ini menguak misteri kebudayaan dan nilai-nilai sejarah Jawa, terutama yang berhubungan dengan putri Kraton Yogyakarta dan Surakarta pada abad ke-19.


Kawasan Rekreasi Keluarga
Berjarak 28 kilometer dari pusat kota Yogyakarta, Kaliurang kini menjadi sebuah kawasan wisata alam dan budaya yang memikat, serta menjadi tempat yang menyenangkan untuk rekreasi keluarga.

Bersantai dengan keluarga, orang tua bisa bersantai sambil mengawasi anak-anak bermain di Taman Rekreasi Kaliurang. Di dalam taman seluas 10.000 meter persegi anak-anak bisa bermain ayunan, perosotan, atau berenang di kolam renang mini. Selain itu di taman yang dihiasi oleh patung jin ala kisah 1001 malam dan beberapa jenis hewan ini, anak-anak juga bisa bermain mini car atau memasuki mulut patung seekor naga yang membentuk lorong kecil dan berakhir di bagian ekornya.

Sekitar 300 meter ke arah timur laut dari taman rekreasi terdapat Taman Wisata Plawangan Turgo. Di kawasan taman wisata ini terdapat kolam renang Tlogo Putri yang airnya berasal dari mata air di lereng Bukit Plawangan. Bermain ayunan atau bercanda bersama keluarga di taman bermain yang berada di dalam taman wisata, rasa lelah akan lebur dalam rimbunnya taman perhutani.

Melangkahkan kaki menyusuri sisi timur, melihat beberapa ekor monyet yang berloncatan dan berayun di dahan, menikmati kicau burung di jalur berbatu susun dan tangga berundak di jalan menanjak sejauh 900 meter; mungkin akan sedikit melelahkan, tetapi pemandangan Gunung Merapi di saat cuaca cerah dari Bukit Pronojiwo, akan menggantikan rasa lelah dengan kekaguman.  Air minum yang dijual oleh wanita penjaja minuman di puncak Pronojiwo bisa melepas rasa dahaga sambil menikmati Merapi yang berdiri tegak di tengah rimbunnya hamparan hijau. Setiap hari libur, Merapi bisa dilihat melalui teropong yang disewakan dengan tarif Rp.3000 selama 30 menit.

Sesampainya kembali di lokasi taman bermain, bersantailah sejenak di Tlogo Muncar. Meredakan letih sambil menikmati air yang terjun di sela-sela bebatuan. Biasanya air akan mengalir dengan deras di musim penghujan.

Jika ingin menikmati pemandangan Kaliurang, para pengunjung bisa berkeliling menggunakan kereta kelinci yang dikenal dengan istilah sepoer. Kendaraan ini biasa mangkal di depan taman wisata yang dipenuhi dengan kios-kios penjaja makanan. Jalur yang dilaluinya mengitari kawasan wisata Kaliurang dari timur ke barat. Melewati gardu pandang yang terletak di sebelah barat, Merapi akan terlihat jelas ketika cuaca cerah. Tarif untuk menaiki kendaraan ini Rp.3.000 per orang jika yang naik minimal tujuh orang. Untuk perjalanan eksklusif, Rp.20.000 akan membuat perjalanan layaknya seorang bangsawan.

Bila ingin merasakan sejuknya angin dan heningnya malam di Kaliurang, berbagai villa, bungalow, pesanggrahan atau pondok wisata bisa menjadi pilihan. Tarifnya juga beragam, mulai dari yang 25 ribuan hingga 200 ribuan. Beberapa penginapan yang bisa anda nikmati, antara lain: Bukit Surya (paling disarankan), Puri Indah Inn (bintang 3), Wisma Sejahtera, dll.

Sebelum pulang pastikan untuk membawa sedikit oleh-oleh yang dijajakan. Mulai dari buah-buahan produksi petani lokal hingga makanan khas yakni tempe dan tahu bacem serta jadah (makanan yang terbuat dari beras ketan dan parutan kelapa).

Hamparan hijau di kaki gunung, udara sejuk dan segala paket kemewahan alamnya, akan meredakan segala kepenatan dan memberikan kesegaran dari hiruk pikuknya perkotaan.





KALIADEM



Kaliadem adalah tempat melihat keindahan Gunung Merapi dan jejak ganasnya letusan gunung itu pada tahun 2006 lalu.


KALIADEM - Melihat dari Dekat Wajah Asli Gunung Merapi
Kata orang-orang, pagi hari adalah saat terbaik untuk menikmati pemandangan Gunung Merapi sebelum berselimut kabut. Jadi pukul 07.00 adalah waktu yang tepat untuk berangkat menuju Kaliadem, sebuah kawasan sejuk yang berada di kaki Gunung Merapi, sekitar 25 km utara Kota Jogja. Pilihlah jalur alternatif lewat Maguwo karena jalur itu memiliki lebih banyak sawah ketimbang lewat Jalan Kaliurang. Benar saja, baru beberapa kilometer menjauhi kota, pemandangan hijaunya sawah langsung memanjakan mata, bagaikan lukisan-lukisan Mooi Indie. Udara sejuk pun segera menyergap lewat jendela mobil yang dibiarkan terbuka. Samar-samar tercium aroma batang padi; baunya segar, seperti bau rumput sehabis dimandikan hujan.

Matahari belum tinggi ketika tiba di Kaliadem, beberapa penduduk setempat tampak mulai bersiap-siap mencari rumput untuk ternak mereka. Walau ada kabut tipis, Gunung Merapi memang terlihat utuh seperti yang diharapkan. Berdiri menjulang hingga 2980 meter di atas permukaan laut, gunung itu benar-benar terlihat gagah. Punggungnya tampak berkilauan ditimpa sinar matahari pagi, sementara puncaknya mengeluarkan asap tipis, inilah salah satu gunung berapi paling aktif di Indonesia!

Di balik penampilannya yang begitu tenang, Gunung Merapi menyimpan kekuatan alam yang dahsyat. Sebagian ilmuwan menduga letusan besar Gunung Merapi adalah penyebab kerajaan Mataram Kuno berpindah ke Jawa Timur pada abad ke-10. Ketika meletus, Gunung Merapi sanggup menyemburkan awan panas (800-1000 derajat celcius) yang meluncur ke bawah dengan kecepatan hingga 70 km/jam. Pada tahun 1930, awan panas dari letusan Gunung Merapi menghanguskan hutan, 13 desa, dan 1400 penduduk dalam sekejap.

Letusan terakhir Gunung Merapi terjadi pada tahun 2006 lalu. Jutaan kubik material vulkanik tumpah di Kali Gendol dan Kali Krasak, sebagian kecil sisanya menerjang Kaliadem dan meninggalkan jejak yang masih bisa kita saksikan. Kaliadem yang dulunya merupakan hutan pinus kini tertimbun pasir, batu, dan material vulkanik lainnya. Di sebelah timur tampak reruntuhan warung yang tertimbun material vulkanik hingga setengah bangunan. Di sebelah barat ada sebuah bunker perlindungan yang ironisnya juga tertimbun material vulkanik setebal 3 meter. Letusan Gunung Merapi tahun 2006 ini turut menewaskan 2 orang yang berlindung dalam bunker tersebut. Butuh waktu berminggu-minggu setelah letusan barulah material vulkanik yang menimbun Kaliadem itu mendingin dan kawasan tersebut bisa dikunjungi lagi.

Namun seperti unjuk kekuatan alam lainnya, letusan Gunung Merapi juga memiliki sisi baik. Abu vulkanik dari Gunung Merapi memberikan kesuburan bagi tanah di kaki gunung dan ribuan hektar sawah di bawahnya. Jutaan kubik pasir yang dimuntahkan juga telah menghidupi ratusan penduduk setempat yang mencari nafkah dengan menambang pasir. Empat tahun setelah letusan, kawasan Kaliadem sudah hijau dan sejuk lagi. Pohon-pohon pinus yang dulu hangus, kini sudah mulai tumbuh. Kaliadem sekarang menjadi obyek wisata alam tempat menikmati keindahan Gunung Merapi sekaligus menyaksikan bukti bahwa alam memiliki keseimbangannya sendiri.


Mbah Maridjan, Juru Kunci Gunung Merapi
Sebelum pulang, mungkin anda bisa singgah sebentar ke rumah Mbah Maridjan di sebelah selatan Kaliadem. Kakek kelahiran 1927 ini adalah abdi dalem yang diberi mandat oleh Sultan Yogyakarta untuk menjadi Juru Kunci Gunung Merapi, meneruskan jabatan ayahnya.

Sebagai juru kunci, beliau bertugas untuk "menjaga" Gunung Merapi. Setiap tahun beliau juga bertugas memimpin ritual Labuhan Merapi, ratusan orang mendaki hingga ke dekat puncak Gunung Merapi lalu berdoa bersama untuk memohon perlindungan pada Sang Khalik. Tradisi tersebut dilaksanakan setiap bulan Rajab dalam penanggalan Jawa.

Sosok Mbah Maridjan menjadi sangat populer menjelang meletusnya Gunung Merapi tahun 2006 lalu. Awal Mei tahun itu, Gunung Merapi mulai mengeluarkan lava pijar. Komputer canggih yang dilengkapi sensor sudah memperkirakan Gunung Merapi akan segera meletus. Namun Mbah Maridjan menolak untuk mengungsi dengan alasan melaksanakan tugas diamanatkan Sultan padanya. Beberapa hari kemudian Mbah Maridjan malah mendaki Gunung Merapi dan berdoa sepanjang hari agar Tuhan melindungi jiwa dan rumah penduduk. Percaya atau tidak, Gunung Merapi lalu mereda dan Presiden SBY pun sempat meninjau lokasi. Sebagian dari 11.0000 penduduk yang sudah dievakuasi lalu diperbolehkan pulang ke rumah masing-masing.

Gunung Merapi baru meletus sebulan kemudian dan jutaan kubik materialnya menimbun Kali Gendol, Kali Krasak, dan Kaliadem; namun tidak ada korban jiwa selain 2 orang yang tewas di dalam bunker. Sejak peristiwa itu nama Mbah Maridjan sangat populer di Indonesia akibat liputan media massa yang bertubi-tubi. Banyak orang lalu mengaitkan sosok beliau dengan kekuatan supranatural, bahkan tidak sedikit yang mendatangi beliau untuk meminta "berkah". Sesungguhnya, Mbah Maridjan bukanlah seperti anggapan orang-orang. Mbah Maridjan adalah sosok yang bersahaja, ramah, sekaligus religius.

Mbah Maridjan bercerita bahwa setiap kali gunung itu memperlihatkan tanda-tanda akan meletus, beliau adalah orang yang paling kerepotan. Siang malam rumah Juru Kunci Gunung Merapi itu akan dibanjiri ratusan tamu hingga kakek yang sudah renta itu nyaris tidak bisa beristirahat. Tamu-tamu itu biasanya menanyakan hal yang sama: kapan kira-kira gunung itu akan meletus? Jawaban Mbah Maridjan pun selalu sama, "Jangan tanya saya. Tanyalah pada Gusti Allah yang Maha Berkehendak."

Sebagai abdi dalem, beliau menerima gaji sebesar Rp. 5.800 / bulan. Jumlah itu sebenarnya hanya bisa untuk membeli 1 liter beras, namun Mbah Maridjan (seperti juga ribuan abdi dalem lainnya) merasa sudah cukup dengan hidup bersahaja. "Hidup itu jangan berlebihan, harus sering melihat ke bawah," nasehat Mbah Maridjan pada tamunya.





GUNUNG NGLANGGERAN


Gunung Nglanggeran adalah gunung api purba berbentuk bongkahan batu raksasa. Selain dapat menyaksikan sunset & sunrise yang mempesona serta gemerlap Jogja di malam hari, di Puncak Timur Nglanggeran juga terdapat misteri dusun dengan 7 kepala keluarga.


GUNUNG NGLANGGERAN Gunung Api Purba dengan 7 Keluarga
Menyaksikan mentari terbit dari puncak gunung merupakan satu kemewahan yang tidak semua orang bisa menikmatinya. Rute yang ekstrim, cuaca yang tidak menentu, perjalanan yang berat, serta jauhnya jarak yang harus ditempuh dengan berjalan kaki menjadi penghalang utama bagi sebagian orang. Namun hal ini tidak berlaku di Gunung Nglanggeran, Patuk, Gunungkidul. Hanya memakan waktu 1 hingga 1,5 jam pendakian, Anda akan tiba di puncak barat Gunung Nglanggeran, Gunung Gede. Pemandangan indah yang memanjakan mata pun menyambut. Sejauh mata memandang yang terlihat hamparan awan di ketinggian, jajaran gunung batu dengan bentuk yang unik, perkampungan warga, serta hijaunya sawah dan ladang. Saat senja menjelang, Kota Jogja akan terlihat laksana lautan kunang-kunang. Taburan cahaya bintang dan gemerlap lampu kota yang terlihat dari kejauhan menjadi pemandangan romantis bagi siapa saja yang berkemah di gunung ini.

Gunung Nglanggeran merupakan gunung api purba yang pernah aktif puluhan juta tahun lalu. Terletak di kawasan karst Baturagung, gunung yang litologinya tersusun oleh fragmen material vulkanik tua ini memiliki dua puncak yakni puncak barat dan puncak timur, serta sebuah kaldera ditengahnya. Saat ini Gunung Nglanggeran berupa deretan gunung batu raksasa dengan pemandangan eksotik serta bentuk dan nama yang unik dengan beragam cerita rakyat sebagai pengiringnya. Gunung-gunung tersebut biasanya dinamakan sesuai dengan bentuknya, seperti Gunung 5 Jari, Gunung Kelir, dan Gunung Wayang.

Menurut pengelola, tempat ini merupakan spot terbaik untuk menikmat sunrise. Terdapat rumah Mbah Redjodimulyo selaku sesepuh yang tinggal di Pucak Nglanggeran. Menurut Mbah Redjo, Dusun Tlogo Mardidho yang ada di Puncak Nglanggeran hanya boleh dihuni oleh 7 kepala keluarga. Jika kepala keluarga yang tinggal di dusun ini kurang atau lebih maka akan terjadi hal-hal buruk yang tidak diinginkan. Hal ini bisa dilihat dengan keberadaan makam di Puncak Nglanggeran. Oleh karena itu, jika anak-anak mereka sudah berkeluarga maka keluarga baru tersebut harus meninggalkan Dusun Tlogo Mardhido.

Berbeda dengan puncak timur yang masih bisa dicapai menggunakan sepeda motor, untuk mencapai Gunung Gede siapapun wajib tracking. Menyusuri jalan setapak dengan bukit batu di sisi kanan dan kiri jalan menjadi pengalaman mengasyikkan. Semakin ke atas, jalan semakin terjal. Beberapa tali dipasang guna memudahkan para pendaki. Belum usai menghela nafas, tantangan baru menghadang. Sebuah celah sempit nan curam dengan bukit batu di kanan dan kirinya menyambut. Lorong sempit yang agak gelap ini hanya bisa dilewati oleh satu orang.

Tiket: Rp. 3.000 (siang); Rp. 5.000 (malam)
Paket Wisata:
Paket Tracking (minimal 3 orang): Rp. 25.000 / orang
Tiket, guide, jelajah desa, kelapa muda / dawet khas Kalisong
Paket 4 jam di Dewa Pesona Purba (minimal 5 orang): Rp 35.000 / orang
Tiket, guide, jelajah desa, belajar budidaya kakao, kelapa muda
Paket Outbond 1 (minimal 40 orang): Rp 50.000 / orang
Tiket, guide, jelajah desa, game, belajar budidaya kakao, kelapa muda / soto omahan
Paket Outbond 2 (minimal 40 orang): Rp 100.000 / orang
Tiket, guide, jelajah desa, game, belajar budidaya kakao, flying fox, makan 1 X, snack 2 X
Paket Puncak Timur: Rp 100.000
Tiket, guide, jelajah desa, Tlogo Guyangan, misteri desa 7KK, sunset Nglanggeran, kelapa muda
Paket Sunset & Sunrise: Rp 300.000
Tiket, guide, jelajah desa, homestay, Nglanggeran sunset, Nglanggeran sunrise, snack 2 X





GUA RANCANG KENCONO


Gua Rancang Kencono merupakan gua yang sarat cerita mulai dari jaman prasejarah hingga masa-masa perjuangan Laskar Mataram. Sebuah pohon klumpit berusia ratusan tahun menjadi saksi bisu beragam kisah yang tercipta di gua ini.


GUA RANCANG KENCONO Gua Bersejarah di Bawah Naungan Pohon Klumpit Raksasa
Gunungkidul merupakan salah satu kabupaten yang wilayahnya termasuk dalam Kawasan Karst Pegunungan Sewu dengan bentang alam yang unik. Selain fenomena di permukaan (eksokarst) yang berbentuk perbukitan karst, di Gunungkidul juga terdapat fenomena di bawah permukaan (endokarst) yang berbentuk sungai bawah tanah, lembah, telaga, hingga luweng dan gua. Karena itu tak heran jika Gunungkidul memiliki banyak gua yang tersebar di perut bumi. Salah satu gua yang bisa dimasuki siapa saja tanpa peralatan khusus adalah Gua Rancang Kencono yang terletak di Desa Wisata Bleberan.

Berdasarkan buku "Mozaik Pusaka Budaya Yogyakarta" yang disusun oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Yogyakarta, Gua Rancang Kencono merupakan gua purba sejajar dengan Gua Braholo yang terdapat di Kecamatan Rongkop, hal ini didasarkan pada penemuan artefak dan tulang belulang yang diperkirakan hidup pada ribuan tahun yang lalu. Gua yang mempunyai ruangan luas dan lapang dengan pohon klumpit (Terminalia edulis) yang diperkirakan sudah berusia lebih dari 2 abad ini pernah dijadikan sebagai tempat persembunyian dan pertemuan Laskar Mataram pada saat menyusun rencana untuk mengusir Belanda dari Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Karena digunakan untuk merancang strategi demi tujuan mulia maka gua ini dinamakan Gua Rancang Kencono.

Untuk memasuki Gua Rancang Kencono cukup menuruni tangga batu yang sudah dibangun sejak dulu. Sebatang pohon klumpit yang tingginya sudah melampaui atap gua menyambut dengan gagahnya. Lubang besar akibat lapuk terlihat di batang pohon menjadi penanda usianya yang sudah renta. Gua Rancang Kencono memiliki sebuah pelataran atau ruang yang luas dan bisa digunakan untuk mengadakan pertemuan. Stalaktit tampak menghiasi langit-langit gua, banyak diantaranya sudah mati sehingga tidak terlihat lagi air yang menetes. Di sebelah ruangan yang luas terdapat ruang kecil dan sempit serta gelap gulita. Untuk memasuki ruang ini harus melewati sebuah celah kecil dengan merunduk. Di dalam ruang yang sempit ini terdapat lukisan bendera merah putih serta kata-kata penyemangat yang ditujukan kepada para pejuang. Baru 10 menit di ruangan udara sudah terasa pengap, kembali ke pelataran pun menjadi pilihan.

Selain relung gua yang sempit dan gelap, di sisi lain juga terdapat lorong yang konon menghubungkan Gua Rancang Kencono dengan Air Terjun Sri Gethuk. Saat memasuki lorong tersebut harus berjalan jongkok bahkan sesekali merangkak karena langit-langitnya sangat pendek. Menurut pengelola, sebagian lorong tersebut telah runtuh sehingga tidak bisa ditelusuri. Saat malam menjelang, Gua Rancang Kencono yang disinari samar cahaya bulan terlihat mistis sekaligus eksotis. Redup cahaya bintang dan sinar lampu taman yang tidak terlalu benderang menjadi teman setia berbincang sambil menikmati secangkir wedang jahe. Derik serangga berpadu dengan desau angin menciptakan simfoni alam yang merdu dan mengiringi obrolan hingga larut malam.


Tiket: Rp. 3.000 (merupakan tiket terusan dengan Air Terjun Sri Gethuk).

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar