banaanaalicious. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

SUARA GENDERANG MISTERIUS DILANGIT YOGYAKARTA




Mungkin  fenomena ini juga pernah  dialami oleh teman-teman  yang berasal atau pernah menetap di kota Yogyakarta. Fenomena yang diliputi misteri tersebut adalah SUARA GENDERANG (Drumband/aubade) yang berkumandang di langit  Yogyakarta pada waktu-waktu tertentu. Uniknya Suara Genderang ini bisa terdengar dari berbagai penjuru kota, dengan ukuran sound-volume yang rata-rata sama. Kadang suaranya jelas sekali saat kita tidak memperhatikan, namun begitu kita berkonsentrasi, suara tersebut malah menjadi semakin lirih sayup-sayup seperti dibawa angin. Atau bisa saja dalam satu kelompok orang, misalnya 5 orang. Yang 3 bisa mendengar namun yang 2 orang lagi tidak.


Dulu sekitar tahun 1990 seorang sumber berita pernah mencoba melacaknya. Sang sumber berita mengatakan waktu ia tinggal di daerah Gedong Kuning, sempat menyangka bahwa ini adalah suara dari Korps Marching Band-nya para karbol Akademi TNI-AU. Namun begitu diburu kearah Maguwo, belum sampai habis Jalan Banguntapan-Maguwo suara tersebut sudah pindah lagi ke arah selatan. Begitu diikuti ke selatan (arah Banguntapan), suara tersebut seakan-akan berpindah ke Barat, atau dari arah kota Yogyakarta. Begitu juga sekitar tahun 1994, sewaktu ia berada di sekitar daerah Kentungan, Jalan Kaliurang Km 7, Suara Genderang tersebut terdengar demikian kerasnya. Seolah-olah sedang berada di sekitar Asrama Haji Ring Road. Karena penasaran, Jogjaicon dengan sepeda motor bututnya waktu itu mencoba memburu kesana. Namun lagi-lagi kecewa. Karena Sumber suara tersebut tidak ditemukan.


Berbagai mitos dan kisah yang saya dapatkan dari teman-teman & internet, ada beberapa versi  :
1. Suara itu adalah suara genderang Pasukan Nyi Roro Kidul, (Ratu Ghaib wanita penguasa Samudera Selatan jawa) yang sedang menuju Gunung Merapi dari Laut Kidul atau sebaliknya.
2. Suara tersebut berasal dari genderang pasukan ”khusus” pengawal wilayah Ngayogyakarta yang sedang berpatroli/ronda namun tidak tampak oleh mata manusia biasa.
3. Ada mitos yang menyebutkan, kalau pendatang atau perantau yang kebetulan singgah di Yogyakarta dan kebetulan mendengar Suara genderang ini maka hatinya tidak akan terpisah lagi dari Yogyakarta. Selalu terkenang dan merindukan Yogya.


Biasanya Suara Genderang Misterius itu tampil di waktu sore antara waktu sholat Ashar dan Maghrib. Namun tidak jarang terdengar pula di waktu pagi hari. Suara Genderang tanpa pernah diketahui secara pasti dimana keberadaan sumber ataupun para “pemain” nya ini masih jadi misteri yang melengkapi kekayaan kisah Legenda serta mitos Kota Yogyakarta.

Apakah teman-teman pernah mengalaminya? Jika ya mungkin bisa berbagi =)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

[ Legenda Betawi ] Nyai Dasima


Kali ini aku mau share tentang cerita dari Betawi.
Aku sendiri tidak tahu apakah cerita ini based on true story di Jakarta tempoe doeloe atau hanya karangan dari si penulis, S.M Ardan.



[ Legenda Betawi ] Nyai Dasima
Perempuan itu cantik sekali. Karena kecantikannya, tuan Edward terpikat dan berupaya dengan berbagai cara untuk mendapatkannya. Ia adalah Dasima wanita yang berasal dari Kahuripan. Dasima wanita cantik yang enggan hidup melarat. Karenanya Dasima dengan senang hati menjadikan dirinya sebagai wanita piaraan tuan Edward. Hasil hubungan mereka membuahkan seorang anak wanita bernama Nancy.
Meskipun telah beranak, Dasima tetap cantik seperti masa perawannya. ltulah yang mendorong tuan Edward laki-Iaki asal Inggris tak segan-segan memberikan sebuah rumah serta para pembantu yang siap melayani keperluan Dasima. Semula Dasima dan tuan Edward menetap di Curug Tangerang, kemudian pindah ke Pejambon.
Setiap lelaki dewasa yang lewat didepan rumahnya, manakala melihat Nyai Dasima, maka menitiklah air liur mereka. Bagi mereka yang telah beristeri, tumbuh sesaat penyesalan, mengapa tidak beristerikan wanita itu saja, pastilah hidup bahagia cahaya kecantikan yang terpancar dari bola mata dan liuk lekuk tubuhnya.
Bagi lelaki perjaka dan duda, ada setetes keinginan untuk memperisterikan Nyai Dasima. Sungguh, ada magnit yang melekat ditubuhnya membuat lelaki secara refleks mengalih pandang kearah rumah Dasima dan berharap bisa melihat meskipun sehelai rambut lewat jendela. Samiun lelaki yang beruntung karena punya paman seorang tentara dengan jabatan Komandan Onder Distrik Gambir, sehingga punya peluang untuk berkesempatan masuk ke rumah Nyai Dasima atas urusan pamannya. Samiun sekalipun telah beristerikan Hayati, tetapi melihat Nyai Dasima, goncanglah ketahanan jiwanya. Hayati isterinya yang dahulu dipuja dan diburu kini baginya hampir bagaikan kendaraan tua rongsokan bilamana dibandingkan dengan Nyai Dasima ibarat kereta kencana para raja. Samiun tergila-gila dan merubuhkan pilar imannya, menghalalkan segala cara untuk bisa mendapatkan seorang Nyai Dasima yang dimatanya bagaikan Cleopatra seperti dalam Mitologi Yunani ataupun bagaikan Sinta dalam cerita pewayangan.
Samiun dengan segala daya upaya mengumpulkan uang, lalu mencari Haji Salihun di Pecenongan untuk minta guna-guna agar bisa memetik kuntum Pejambon, Nyai Dasima yang cantik rupawan. Samiun dengan akal liciknya berhasil menyuap mak Buyung untuk menjadi perantara sekaligus ujung tombak panah asmaranya agar bisa menancap direlung hati Nyai Dasima.
Berbekal sehelai rambut Nyai Dasima yang diperoleh lewat tangan kotor mak Buyung, mengendalikan permainan mistik. Nyai Dasima berubah, kini Samiun dimatanya adalah pria tergagah di Batavia, yang tak sebanding bilaman dijejer dengan Edward yang tak lebih dari lelaki tua karatan yang tak ada harga di pasar Senen. Melalui permainan mistik, Nyai Dasima menyongsong Samiun yang menanti ditepi kali dengan getek bambu. Mereka pergi kerumah Mak Soleha ibunya Samiun. Nyai Dasima menetap di rumah itu, di bilangan Kwitang.
Sebelum menggelar rencana, Samiun telah berkolusi dengan Hayati sang isteri. Dengan janji harta untuk Hayati, disetujui Samiun menikahi Nyai Dasima dengan harapan dapat meraup harta. Persetujuan isterinya membuat Samiun percaya diri dalam mendapatkan Nyai Dasima.
Perempuan cantik kembangnya Pejambon, kini berada dalam rumahnya, menurutnya seperti kerbau dicucuk hidungnya. Samiun memanggil penghulu agama dan pernikahan dilangsungkan. Ketika pernikahan berlangsung di tangan Nyai Dasima ada nilai harta sebesar 6000 Gulden, suatu jumlah yang sungguh banyak dibanding gaji seorang wedana di Batavia tak lebih dari 50 Gulden.
Samiun menyayangi Nyai Dasima, demikian juga Mak Soleha serta Hayati. Namun berangsur hari dan makin susut rasa sayang tersebut karena harta yang dibawa Nyai Dasima semakin berkurang dan akhirnya ludes. Kini Nyai Dasima menjadi beban mereka. Sebenarnya masih ada hartanya, tetapi di Pejambon dan itu tak mungkin diambil.
Melihat perilaku Hayati, Mak Soleha dan Samiun yang berubah total, Nyai Dasima sadar bahwa dirinya menjadi objek Samiun, Hayati dan Mak Soleha. Nyai Dasima tak tahan lagi dan minta cerai. Samiun setuju menceraikan dengan syarat harta Nyai Dasima yang ada di Pejambon pemberian tuan Edward harus diserahkan pada Samiun.
Hayati sangat berperan dalam menentukan langkah Samiun. Hayati terus mendesak agar Samiun bisa memperoleh harta Nyai Dasima. Dengan berbagai upaya Samiun mencoba melunakkan hati Nyai Dasima agar bersedia mengalihkan hartanya, tetapi hal itu sulit dilakukan Nyai Dasima. Tidak mungkin ia kembali ke Pejambon menemui tuan Edward, jangan-jangan kemurkaan dan penjara yang didapatnya karena telah mempermalukan tuan Edward dimata orang Belanda dan Eropa umumnya.
Samiun menceraikan Nyai Dasima tetapi tak mendapatkan hartanya, sementara Nyai Dasima tetap berada di rumah karena tak punya saudara di Batavia, tak punya uang lagi untuk pulang ke kampungnya, tak punya keberanian menemui tuan Edward untuk memohon pengampunan atas kecurangan yang dilakukannya.
Hayati menjadi semakin kesal melihat Nyai Dasima yang telah berubah menjadi beban bagi keluarganya. Hayati mendesak Samiun
untuk menyingkirkan Nyai Dasima.
“Buat apaan dia disitu, kalo nyusahin kite Un”, ujar Hayati pada Samiun.
“Sabar, Gue pan mesti mikir gimane caranya” jawab Samiun. Samiun yang terus didesak oleh Hayati untuk mengusir Nyai Dasima karena tidak bermanfaat lagi baginya, serta ketidaktepatan janji Samiun linglung dan mengambil keputusan penuh yaitu menghabisi nyawa Nyai Dasima.
Untuk melakukan hal itu, Samiun tak sanggup sendiri, perlu menggunakan tangan orang lain. Untuk hal itu, Samiun menyewa bang Puasa jagoan dari Kwitang dengan upah 100 Pasmat. Samiun merundingkan teknis pelaksanaan penghabisan nyawa Nyai Dasima. Akhirnya mereka menyepakati cara terbaik yang harus dilakukan Samiun menyerahkan panjar sebesar 5 pasmat kepada bang Puasa, kemudian kembali ke rumahnya.
Sikap Samiun mengembangkan senyum yang manis sekali kepada Nyai Dasima. Mak Soleha menjadi kaget, mengapa Samiun bukannya mengusir Nyai Dasima malah berbaikan. Hayati yang mendengarkan cerita dari Mak Soleha tentang sikap barn Samiun menjadi sangat kesal. Ingin saja ia pergi ke rumah itu untuk menghabisi nyawa Nyai Dasima.
Sikap Samiun yang simpatik dan terkesan melindunginya membuat semangat Nyai Dasima tumbuh, serta hadir perasaan menyayangi kepada Samiun. Samiun mengajak Nyai Dasima ke kampung Ketapang untuk mendengarkan’ pertunjukan seni tutur tentang Amir Hamzah. Nyai Dasima yang telah melimpahkan harapannya kepada Samiun langsung setuju dengan ajakan tersebut. Nyai Dasima berharap mungkin malam ini adalah malam terindah
dengan Samiun, dapat berjalan dibawah sinar rembulan sambil bercengkerama menumpahkan perasaannya selama ini terkandas di dasar lautan kebencian Hayati dan Mak Soleha.
Nyai Dasima segera bersolek secantik mungkin dengan sisa bahan kecantikan yang dimilikinya. Mak Soleha menjadi jijik dan hampir saja meludahi muka Nyai Dasima, untung ada Samiun sehingga masih ada rasa segan pada sang anak. Mak Soleha memanggil Samiun dan berkata,
“Un apa gue nggak saleh pandang ?”
“Ada ape nyak ?”
“Bukannye orang itu udah lu ceraiin ?”
“Pan dulu nyak, sekarang pan laen.”
“Laen apenye, apa elmu pelet ngebalik ame diri lu ?”
“Lha bukan nyak.”
Mak Soleha menjadi aneh dengan perilaku Samiun, jangan-jangan ilmu pelet Samiun menjadi bumerang buat Samiun. Hayati yang mendengarkan laporan Mak Soleha kelihatannya acuh tak acuh. Hayati sendiri sudah hilang kesabaran atas janji Samiun yang akan memberikan harta yang banyak buatnya. Sekarang Hayati masa bodoh, tak ada gunanya berharap lagi, dan rasanya tak ada urusannya lagi dengan Nyai Dasima dan Samiun.
“Ti… lu kok masa bodoh ?” tanya Mak Soleha keheranan.
“Abis, mau diapain lagi, gua nggak percaya ame Samiun”.
“Kalau Samiun jadi pergi dengan Nyai Dasima dan nggak balik lagi pegimane ?”.
“Biarin, gue juga bisa cari lelaki laen.”
“Astaghfirullah !”
“Percuma nyak ngucap kalu niatnya nggak baek ame orang itu.”
Mak Soleha menjadi kaget dengan pernyataan Hayati seakan menuding dirinya ikut dalam permainan kotor mendapatkan harta milik Nyai Dasima. Mak Soleha menjadi bend dengan Hayati dan bertekad minta pada Samiun untuk menceraikan Hayati, biarlah dengan Nyai Dasima saja. Mak Soleha berubah pikiran dan menyesali sikapnya yang sempat membenci Nyai Dasima belakangan ini. Mak Soleha segera kembali ke rumahnya tetapi mendapati Samiun dan Nyai Dasima telah pergi.
Samiun dan Nyai Dasima pergi ke Ketapang. Mereka bergandengan tangan bagaikan dua sejoli yang baru mengenal cinta pertama. Sambil berjalan, Samiun kelihatan gugup. Ingin saja mengurungkan niat untuk tidak jadi pergi, tetapi menjadi bimbang manakala mengingat Hayati yang terus mendesaknya, dan Mak Soleha yang selalu menatap dengan nanar dan lecehan.
“Rangkulin pinggang aye Un.” pinta Nyai Dasima
“Kayak orang baru demenan aje.” sahut Samiun, tetapi tangannya melingkar di pinggang Nyai Dasima. Samiun menghentikan langkah, Nyai Dasima ikut berhenti dan bertanya.
“Ade apa Bang Miun ?”
“Kite jalan sono aje.”
“Pan jalan Ketapang lewat sini. “
“Abang kuatir kalo-kalo ada opas Belande, nanti kita bisa di tangkap, lagian tuan Edward pasti masih nyariin lu.”
Mereka menggunakan jalan lain, jalan setapak yang akan melewati sebuah kali dengan jembatan titian bambu. Di ujung tepian kali tempat menyeberang, Samiun melepaskan Nyai Dasima sendiri di belakang, bukannya menuntun tangan Nyai Dasima agar tidak terpeleset manakala
menyeberang.
Nyai Dasima tertinggal di belakang dan memanggil Samiun tetapi Samiun meneruskan langkah untuk sampai ke tepian seberang kali. Dalam kesempatan itu, sebuah bayangan muncul. Bayangan seorang lelaki kekar dengan sigap memburu kearah Nyai Dasima : Sambil mengirimkan pukulan maut ke tengkuk Nyai Dasima. Pukulan itu meleset karena Nyai Dasima sempat melangkah sebelum tangan lelaki kekar itu mendarat, sehingga yang terkena bagian belakang tetapi sakitnya bukan main, Nyai Dasima menjerit memanggil samiun. samiun dengan tenang dan meneibir berkata,
” Ajallu udah sampe biarin, pasrahin aje diri lu.” Nyai Dasima berusaha lari untuk minta perlindungan pada samiun yang telah berdiri di seberang tepian kali, memang sudah naas bagi Nyai Dasima, sebuah pukulan keras yang keluar dari tangan seorang jagoan terkenal Bang Puasa, mendarat tepat pada posisi yang sensitif di bagian tengkorak kepala, dan Nyai Dasima rubuh bagai daun kering disapu badai gurun. Matanya sebelah kanan melotot, lidah terjulur keluar yang sebagian putus tergigit gigi yang merapat akibat tekanan dari atas, darah mengueur dari hidung dan mulut, Nyai Dasima rubuh, dan Bang Puasa menyongsong dengan golok tergenggam langsung menggorok leher Nyai Dasima. Tamatlah ajal Nyai Dasima yang disertai
semburan darah yang keluar dari urat di lehemya.
Samiun berdiri terpaku, kemudian memburu Nyai Dasima yang telah berubah menjadi seonggok bangkai manusia. samiun mengangkat mayat Nyai Dasima dengan belah tangannya. Kenangan indah ketika baru pertama menjadi isteri dengan Nyai Dasima lewat dimatanya bagaikan slide membuatnya menitikan air mata. Bang Puasa dan samiun berembuk sebentar untuk membuang mayat Nyai Dasima di kali Ciliwung, kemudian melemparkannya ke kali Ciliwung.
Si Kuntum yang berjalan bersama Bang Puasa dianeam bunuh bila membuka rahasia kematian Nyai Dasima. Sementara di seberang kali dibalik rerimbunan pohon, Musanip dan Ganip yang sedang memaneing menyaksikan peristiwa itu dengan jelas, dan keduanya ketakutan, bersembunyi agar tidak diketahui oleh Bang Puasa. Isteri Musanip yang rumahnya berdekatan dengan peristiwa itu terjadi, sempat mendengar jeritan Nyai Dasima, dan mengintip melalui celah dinding bambu rumahnya, dan ketakutan akan diketahui oleh Bang Puasa.
Bangkai Nyai Dasima hanyut terbawa arus kali Ciliwung. Bangkai tersebut kemudian menyangkut di tangga tempat mandinya tuan Edward, orang yang pemah memeliharanya sebagai isteri piaraan. Tuan Edward sangat masgul, menangis melihat tubuh Nyai Dasima yang rusak. Tuan Edward segera melaporkan ke polisi tentang kematian Nyai Dasima. Di depan polisi tuan Edward mengakui bahwa Nyai Dasima adalah isterinya. Karena pengaduan tersebut polisi distrik Weltevreden menganggap hal ini sebagai persoalan serius yang bisa mengancam jiwa setiap orang Eropa khususnya Belanda. Polisi menerapkan cara mengadakan sayembara berhadiah 200 pasmat bagi siapa saja yang bisa memberikan keterangan akurat tentang Nyai Dasima, siapa yang menbunuhnya. Tergiur oleh jumlah uang, Kuntum, Musanip dan Ganip tak kuatir kemungkinan kemarahan Bang Puasa di kemudian hari. Mereka melaporkan kepada polisi tentang kejadian yang dilihat.
“Jadi si Puase yang bunuh itu Madam Edward ?”
“Betul, Tuan.”
“Bagus, kamu orang pantas diberi hadiah nanti.”
“Tapi kami takut, Tuan.”
“Takut apa ?”
“Takut ame Bang Puasa.”
“Ne Kamu orang jangan takut
Atas dasar laporan tersebut, polisi menangkap Bang Puasa serta barang bukti golok yang belum sempat di bersihkan dari darah Nyai Dasima. Sedangkan Samiun melarikan diri dan tak kembali lagi ke Kwitang karena takut ditangkap, sebab dialah dalang yang menyewa Bang Puasa untuk membunuh Nyai Dasima.


Source dari : http://forum.detik.com/legenda-betawi-nyai-dasima-t137654.html

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

HURT by CHRISTINA AGUILERA



Lagi seneng denger lagunya Hurt by Christina Aguilera. 

Awal pertama denger sih waktu nonton acara ajang pencarian bakat menyanyi disalah satu stasiun TV Swasta. Begitu denger merinding rasanya.

Karena penasaran browsing di internet nemu liriknya.



Lirik+artinya :

Seems like it was yesterday when I saw your face
Sepertinya baru kemarin kulihat wajahmu

You told me how proud you were, but I walked away
Kau bilang betapa bangganya dirimu, namun tak kuhiraukan

If only I knew what I know today, ooh, ooh
Andai saja dulu kutahu yang kutahu kini, ooh, ooh

I would hold you in my arms, I would take the pain away
'Kan kudekap dirimu, 'kan kuusir luka itu pergi

Thank you for all you've done, forgive all your mistakes
Berterima kasih untuk semua yang tlah kau lakukan, memaafkan semua salahmu

There's nothing I wouldn't do to hear your voice again
'Kan kulakukan apapun untuk mendengar suaramu lagi

Sometimes I wanna call you but I know you won't be there
Kadang aku ingin menelponmu tapi kutahu kau tak ada

Oh, I'm sorry for blaming you
Oh, maaf aku tlah menyalahkanmu

For everything I just couldn't do
Untuk semua ketidakberdayaanku

And I've hurt myself by hurting you
Dan kulukai diriku dengan melukaimu

Some days I feel broke inside but I won't admit
Kadang hatiku terasa hancur namun tak kuakui

Sometimes I just wanna hide 'cause it's you I miss
Kadang aku ingin sembunyi karna kaulah yang kurindu

And it's so hard to say goodbye when it comes to this, ooh
Dan berat untuk bilang selamat tinggal saat kurasakan itu, ooh

Would you tell me I was wrong? Would you help me understand?
Maukah kau bilang padaku aku tlah salah? Maukah kau membantuku memahami?

Are you looking down upon me? Are you proud of who I am?
Apakah kau kau kecewa denganku? Apakah kau bangga denganku?

There's nothing I wouldn't do to have just one more chance
'Kan kulakukan semuanya agar dapat satu kesempatan lagi

To look into your eyes and see you looking back
Untuk menatap matamu dan melihatmu membalas menatapku

Oh, I'm sorry for blaming you
Oh, maaf aku tlah menyalahkanmu

For everything I just couldn't do
Untuk semua ketidakberdayaanku

And I've hurt myself by hurting you
Dan kulukai diriku dengan melukaimu

If I had just one more day
Andai kupunya satu hari lagi

I would tell you how much that I've missed you
'Kan kukatakan padamu betapa aku merindukanmu

Since you've been away
Sejak engkau pergi

Oh, it's dangerous
Oh, sungguh berbahaya

It's so out of line
Sungguh tak seharusnya

To try and turn back time
Untuk berusaha dan memutar kembali waktu

Oh, I'm sorry for blaming you
Oh, maaf aku tlah menyalahkanmu

For everything I just couldn't do
Untuk semua ketidakberdayaanku

And I've hurt myself by hurting you
Dan kulukai diriku dengan melukaimu



Cerita dalam video klip tersebut dimulai dengan iringan akhir instrumen single Enter the Circus dan Welcome, sementara itu terdengar suara seorang pria yang memperkenalkan sebuah acara sirkus yang spektakuler dengan shoothitam putih. Translasi warna kemudian dimulai saat Christina Aguilera muncul dalam sebuah scene dengan seting ruang ganti sirkus yang berkesan tua. Di dalam ruang tersebut Christina Aguilera menerima setangkai bunga mawar dan sepucuk telegram bersifat penting. Scene kemudian berganti flashback ke masa kecil Christina Aguilera yang diperankan oleh Laci Kay bersama dengan ayahnya yang diperankan oleh Timothy V. Murphy. Christina Aguilera muda berlatih berjalan meniti sebuah papan berjalan kecil, sementara sang ayah berdiri di sampingnya sambil sesekali memegang Christina Aguilera yang akan terjatuh dari papan dan selalu memberikan senyum serta semangat agar terus berusaha. Dalam video kip ini juga terlihat sang ayah memberikan Christina Aguilera sebuah kalung dengan bandul berbentuk gajah. Beberapa bagian scene ini diperankan oleh Elizabeth Glassco. Shoot video kemudian beralih ke Christina Aguilera pada masa sekarang sedang turun dari bagian atas tenda sirkus menggunakan tali dan duduk di atas punggung seekor gajah sementara ayahnya duduk menyaksikan di bangku penonton sirkus. Christina Aguilera selanjutnya mendapat kesempatan untuk bertemu dengan ayahnya seusai pentas, tetapi karena banyaknya penggemar dan fotografer akhirnya Christina gagal menemui ayahnya.
Isi dari pesan dalam telegram tersebut menyatakan bahwa ayahnya telah meninggal. Christina Aguilera menyadari bahwa dia terlalu larut dalam kebanggaan diri sebagai bintang sirkus dan tidak peduli pada apa yang sedang terjadi dengan orang yang mencintainya. Kemudian, Christina Aguilera berlari melewati sirkus untuk mencari ayahnya, tetapi dia tidak dapat menemukannya. Bagian akhir dari video klip ini menggambarkan shoot saat Christina Aguilera duduk di atas kotak sirkus sambil menyanyi dan menangis.


Pesan yang aku tangkap dalam video klip tersebut adalah ditinggalkan orang yang kita cintai dan menyesali ketidakpedulian kita akan orang tersebut ketika masih ada di samping kita memang sangatlah menyakitkan dan Hurt menceritakan getirnya perasaan tersebut.




Video :
<iframe width="420" height="315" src="http://www.youtube.com/embed/ML_-d-UFOkg" frameborder="0" allowfullscreen></iframe>

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Bai Fang Li : Memberi dalam Kekurangan


Sebuah artikel yang hari ini saya temukan dari internet membuat saya terenyuh. artikel itu menceritakan tentang seorang kakek tua di Tianjin, Cina bernama Bai Fang Li. Ia bukanlah orang yang berkelimpahan harta. Li adalah kakek yang miskin secara materi, tetapi punya hati yang luar biasa kaya.
Bai Fang Li, hampir selama 20 tahun dia menggenjot becaknya demi memperoleh uang untuk memperoleh uang untuk menambah donasinya. Makan siangnya adalah 2 buah kue kismis dan air tawar. Kemewahan untuknya adalah menaruh saus ke dalam air. Makan malamnya hanya berupa sepotong daging atau sebutir telur. Apa yang dia kenakan adalah apa yang dia punya. beberapa potong helai pakaian adalah sebuah kemewahan baginya. Dia mengayuh selama 365 hari dalam setahun, dalam keadaan panas menyengat atau waktu salju turun. Dia mulai bekerja pada pukul 6 pagi dan berhenti pada pukul 7 malam.

“Tidak apa-apa saya menderita, asal anak-anak miskin itu dapat bersekolah” katanya.

Saat berusia 90 tahun, dia menyumbangkan tabungan terakhirnya sebesar RMB 500 (sekitar Rp 650.000) yang disimpannya dengan rapi dalam suatu kotak dan menyerahkannya ke sekolah Yao Hua. Dia berkata “Saya sudah tidak dapat mengayuh becak lagi. Saya tidak dapat menyumbang lagi. Ini mungkin terakhir yang dapat saya sumbangkan….”
Semua guru di sekolah itu pun menangis…
Bai Fang Li, wafat pada usia 93 tahun, meninggal dalam kemiskinan. Sekalipun begitu, dia telah menyumbangkan sejumlah uang sebesar RMB 350.000 (kurs 1.300, setara Rp 455.000.000) yang dia berikan kepada perguruan tinggi dan sekolah-sekolah di Tianjin untuk menolong kurang lebih dari 300 anak anak miskin dan yatim piatu.

image
image


The Story Life Bai Fang Li

image

Namanya BAI FANG LI. Pekerjaannya adalah seorang tukang becak. Seluruh hidupnya dihabiskankan di atas sadel becaknya, mengayuh dan mengayuh untuk memberi jasanya kepada orang yang naik becaknya. Mengantarkan kemana saja pelanggannya menginginkannya, dengan imbalan uang sekedarnya.
Tubuhnya tidaklah perkasa. Perawakannya malah tergolong kecil untuk ukuran becaknya atau orang-orang yang menggunakan jasanya. Tetapi semangatnya luar biasa untuk bekerja. Mulai jam enam pagi setelah melakukan rutinitasnya, dia melalang dijalanan, di atas becaknya untuk mengantar para pelanggannya. Dan ia akan mengakhiri kerja kerasnya setelah jam delapan malam. Para pelanggannya sangat menyukai Bai Fang Li, karena ia pribadi yang ramah dan senyum tak pernah lekang dari wajahnya. Dan ia tak pernah mematok berapa orang harus membayar jasanya. Namun karena kebaikan hatinya itu, banyak orang yang menggunakan jasanya membayar lebih. Mungkin karena tidak tega, melihat bagaimana tubuh yang kecil malah tergolong ringkih itu dengan nafas yang ngos-ngosan (apalagi kalau jalanan mulai menanjak) dan keringat bercucuran berusaha mengayuh becak tuanya.
Bai Fang Li tinggal disebuah gubuk reot yang nyaris sudah mau rubuh, di daerah yang tergolong kumuh, bersama dengan banyak tukang becak, para penjual asongan dan pemulung lainnya. Gubuk itupun bukan miliknya, karena ia menyewanya secara harian. Perlengkapan di gubuk itu sangat sederhana. Hanya ada sebuah tikar tua yang telah robek-robek dipojok-pojoknya, tempat dimana ia biasa merebahkan tubuh penatnya setelah sepanjang hari mengayuh becak.
image

Gubuk itu hanya merupakan satu ruang kecil dimana ia biasa merebahkan tubuhnya beristirahat, di ruang itu juga ia menerima tamu yang butuh bantuannya, di ruang itu juga ada sebuah kotak dari kardus yang berisi beberapa baju tua miliknya dan sebuah selimut tipis tua yang telah bertambal-tambal. Ada sebuah piring seng yang mungkin diambilnya dari tempat sampah dimana biasa ia makan, ada sebuah tempat minum dari kaleng. Di pojok ruangan tergantung sebuah lampu templok minyak tanah, lampu yang biasa dinyalakan untuk menerangi kegelapan di gubuk tua itu bila malam telah menjelang.

image

Bai Fang Li tinggal sendirian digubuknya. Dan orang hanya tahu bahwa ia seorang pendatang. Tak ada yang tahu apakah ia mempunyai sanak saudara sedarah. Tapi nampaknya ia tak pernah merasa sendirian, banyak orang yang suka padanya, karena sifatnya yang murah hati dan suka menolong. Tangannya sangat ringan menolong orang yang membutuhkan bantuannya, dan itu dilakukannya dengan sukacita tanpa mengharapkan pujian atau balasan.
image

Dari penghasilan yang diperolehnya selama seharian mengayuh becaknya, sebenarnya ia mampu untuk mendapatkan makanan dan minuman yang layak untuk dirinya dan membeli pakaian yang cukup bagus untuk menggantikan baju tuanya yang hanya sepasang dan sepatu bututnya yang sudah tak layak dipakai karena telah robek. Namun dia tidak melakukannya, karena semua uang hasil penghasilannya disumbangkannya kepada sebuah Yayasan sederhana yang biasa mengurusi dan menyantuni sekitar 300 anak-anak yatim piatu miskin di Tianjin. Yayasan yang juga mendidik anak-anak yatim piatu melalui sekolah yang ada.
Hatinya sangat tersentuh ketika suatu ketika ia baru beristirahat setelah mengantar seorang pelanggannya. Ia menyaksikan seorang anak lelaki kurus berusia sekitar 6 tahun yang yang tengah menawarkan jasa untuk mengangkat barang seorang ibu yang baru berbelanja. Tubuh kecil itu nampak sempoyongan mengendong beban berat dipundaknya, namun terus dengan semangat melakukan tugasnya. Dan dengan kegembiraan yang sangat jelas terpancar di mukanya, ia menyambut upah beberapa uang recehan yang diberikan oleh ibu itu, dan dengan wajah menengadah ke langit bocah itu berguman, mungkin ia bersyukur untuk rezeki yang diperolehnya hari itu.
Beberapa kali ia perhatikan anak lelaki kecil itu menolong ibu-ibu yang berbelanja, dan menerima upah uang recehan. Kemudian ia lihat anak itu beranjak ke tempat sampah, mengais-ngais sampah, dan waktu menemukan sepotong roti kecil yang kotor, ia bersihkan kotoran itu, dan memasukkan roti itu ke mulutnya, menikmatinya dengan nikmat seolah makanan yang sangat berharga.
Hati Bai Fang Li tercekat melihat itu, ia hampiri anak lelaki itu, dan berbagi makanannya dengan anak lelaki itu. Ia heran, mengapa anak itu tak membeli makanan untuk dirinya, padahal uang yang diperolehnya cukup banyak, dan tak akan habis bila hanya untuk sekedar membeli makanan sederhana.

“Uang yang saya dapat untuk makan adik-adik saya….” jawab anak itu.
“Orang tuamu dimana…?” tanya Bai Fang Li.
“Saya tidak tahu…., ayah ibu saya pemulung…. Tapi sejak sebulan lalu setelah mereka pergi memulung, mereka tidak pernah pulang lagi. Saya harus bekerja untuk mencari makan untuk saya dan dua adik saya yang masih kecil…” sahut anak itu.

Bai Fang Li minta anak itu mengantarnya melihat ke dua adik anak lelaki bernama Wang Ming itu. Hati Bai Fang Li semakin merintih melihat kedua adik Wang Ming, dua anak perempuan kurus berumur 5 tahun dan 4 tahun. Kedua anak perempuan itu nampak menyedihkan sekali, kurus, kotor dengan pakaian yang compang camping.
Bai Fang Li tidak menyalahkan kalau tetangga ketiga anak itu tidak terlalu perduli dengan situasi dan keadaan ketiga anak kecil yang tidak berdaya itu, karena memang mereka juga terbelit dalam kemiskinan yang sangat parah, jangankan untuk mengurus orang lain, mengurus diri mereka sendiri dan keluarga mereka saja mereka kesulitan.
Bai Fang Li kemudian membawa ke tiga anak itu ke Yayasan yang biasa menampung anak yatim piatu miskin di Tianjin. Pada pengurus yayasan itu Bai Fang Li mengatakan bahwa ia setiap hari akan mengantarkan semua penghasilannya untuk membantu anak-anak miskin itu agar mereka mendapatkan makanan dan minuman yang layak dan mendapatkan perawatan dan pendidikan yang layak.
Sejak saat itulah dalam usia 74 tahun Bai Fang Li menghabiskan waktunya dengan mengayuh becaknya mulai jam 6 pagi sampai jam delapan malam dengan penuh semangat untuk mendapatkan uang. Dan seluruh uang penghasilannya setelah dipotong sewa gubuknya dan pembeli dua potong kue kismis untuk makan siangnya dan sepotong kecil daging dan sebutir telur untuk makan malamnya. Pakaian yang dia kenakan adalah yang diambilnya dari tempat sampah. Beberapa helai pakaian adalah suatu kemewahan. Seluruhnya sisa uangnya ia sumbangkan ke Yayasan yatim piatu itu. Untuk sahabat-sahabat kecilnya yang kekurangan.

image


Ia merasa sangat bahagia sekali melakukan semua itu, ditengah kesederhanaan dan keterbatasan dirinya. Merupakan kemewahan luar biasa bila ia beruntung mendapatkan pakaian rombeng yang masih cukup layak untuk dikenakan di tempat pembuangan sampah. Hanya perlu menjahit sedikit yang tergoyak dengan kain yang berbeda warna. Mhmmm… tapi masih cukup bagus… gumannya senang.
image


Putrinya, Bai Jin Feng, menceritakan :”Ia menderita sepanjang hidupnya. Hemat terhadap makanan dan minuman. Menjahit dan menambal terus menerus pakaian yang ia kenakan. Ketika kamu membuang pakaian usangnya dan membelikannya yang baru, ia tidak akan mengenakannya bahkan ia juga marah-marah. Ia tetap mengenakan pakaian usangnya”

image 

Bai Fang Li mengayuh becak tuanya selama 365 hari setahun, tanpa perduli dengan cuaca yang silih berganti, ditengah badai salju turun yang membekukan tubuhnya atau dalam panas matahari yang sangat menyengat membakar tubuh kurusnya.


“Tidak apa-apa saya menderita, yang penting biarlah anak-anak yang miskin itu dapat makanan yang layak dan dapat bersekolah. Dan saya bahagia melakukan semua ini…,” katanya bila orang-orang menanyakan mengapa ia mau berkorban demikian besar untuk orang lain tanpa perduli dengan dirinya sendiri. Ia tidak pernah mengharapkan penghargaan. Uang yang ia danakan ditujukan kepada para siswa yatim piatu yang memerlukannya. Ia tidak pernah meminta nama-nama siswa yang menerima bantuannya. Ia hanya pernah sekali berfoto bersama dengan beberapa siswa tersebut.


“Tidak apa-apa saya menderita, yang penting biarlah anak-anak yang miskin itu dapat makanan yang layak dan dapat bersekolah. Dan saya bahagia melakukan semua ini…,”


Saat ditanya harapan yang ia miliki terhadap para siswa yatim piatu itu, ia menjawab dengan rendah hati, “Saya hanya ingin mereka rajin belajar, mampu bekerja, menjadi orang yang berguna dan berbakti kepada negara.”
Hari demi hari, bulan demi bulan dan tahun demi tahun, sehingga hampir20 tahun Bai Fang Li menggenjot becaknya demi memperoleh uang untuk menambah donasinya pada yayasan yatim piatu di Tianjin itu.

image 

Saat berusia 90 tahun, dia mengantarkan tabungan terakhirnya sebesar RMB 500 (sekitar 650 ribu rupiah) yang disimpannya dengan rapih dalam suatu kotak dan menyerahkannnya ke sekolah Yao Hua.

Bai Fang Li berkata “Saya sudah tidak dapat mengayuh becak lagi. Saya tidak dapat menyumbang lagi. Ini mungkin uang terakhir yang dapat saya sumbangkan……”katanya dengan sendu.

Semua guru di sekolah itu menangis……..

Kalimat semacam itu baru pertama kali didengar oleh putri Bai Fang Li yang bernama Bai Jin Feng. Ayahnya tidak pernah menyerah sebelumnya..


Bai Fang Li wafat pada tanggal 23 September 2005 dalam usia 93 tahun. Ia meninggal dalam kemiskinan. Ia telah dinyatakan dokter menderita kanker paru-paru sejak Mei 2005. Ia tidak menyisakan uang maupun harta benda lainnya untuk dirinya sendiri. Ia hanya memiliki kerelaan dan cinta kasih.
image


Sekalipun begitu, dalam kurun waktu hampir 15 tahun (1986 – 2000) dia telah menyumbangkan uang sebesar RMB 350.000 (kurs 1300, kira-kira setara 455 juta rupiah) melalui Organisasi Bantuan Pendidikan yang ia dirikan. Ia berdana kepada Yayasan yatim piatu dan sekolah-sekolah di Tianjin untuk menolong kurang lebih 300 anak-anak miskin. 
Sangat banyak orang yang datang mengantarkan jenasahnya menuju ke peristirahatan terakhirnya.
Foto terakhir yang orang punya mengenai dirinya adalah sebuah foto dirinya yang bertuliskan “Sebuah Cinta yang istimewa untuk seseorang yang luar biasa“.

image

image
image
image


Di tengah kehidupan dunia yang berpusat pada kepentingan pribadi, kalau perlu saling sikut dan membinasakan demi keuntungan sendiri, apa yang dilakukan Bai Fang Li menunjukkan bahwa ternyata masih ada orang-orang berhati mulia melebihi emas di muka bumi ini. Ketika orang terus merasa dirinya tidak mampu dan menolak membantu orang yang susah meski hanya sedikit saja sekalipun, Bai Fang Li menunjukkan bahwa ia masih terus bisa memberi dalam kekurangannya. 
Bai Fang Li sudah tiada, namun jasanya akan terus dikenang orang. Ia tidak membutuhkan pujian, ada atau tidak ia terus memberi kepada sesamanya. Saya yakin meskipun secara fisik ia menderita, tetapi hatinya bahagia karena mampu melakukan sesuatu bagi orang lain. “Sebuah cinta yang istimewa untuk seseorang yang luar biasa”, itu bunyi tulisan di atas foto terakhirnya. Sebuah ungkapan kasih untuk orang yang memiliki kasih yang begitu luar biasa. Bai Fang Li membuktikan bahwa kasih tidak mengenal batas dan sekat. Dia membuktikan bahwa tidak ada alasan apapun bagi kita untuk tidak melakukan sesuatu bagi penderitaan orang lain. Li menunjukkan bahwa talenta sekecil apapun akan mampu memberi sumbangan besar bagi dunia. Dan Li membuktikan bahwa “Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima.”

Kemiskinan tidak membatasi orang untuk bisa berbuat sesuatu dengan kekayaan hatinya

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS