Indonesia
memiliki beberapa tradisi yang menurutku unik sih, ada yang memang kebudayaan
bahkan ada yang mengandung mistis. Karena kepo akhirnya aku browsing-browsing
dan ketemulah beberapa tradisi berikut ini.
1. Ritual Tiwah (Suku Dayak,
Kalimantan Tengah)
Ini adalah prosesi mengantarkan
arwah sanak saudara yang telah meninggal ke alam baka dengan cara menyucikan
dan memindahkan sisa jasad dari liang kubur menuju sebuah tempat yang bernama
Sandung. Tiwah merupakan upacara ritual kematian tingkat akhir bagi masyarakat
suku Dayak di Kalimantan Tengah (Kalteng), khususnya Dayak Pedalaman penganut
agama Kaharingan sebagai agama leluhur warga Dayak.
Sebelum upacara Tiwah diadakan,
pertama ada upacara ritual lain bernama Tantulak. Menurut kepercayaan agama
Kahirangan, setelah kematian si arwah belum bisa langsung menuju ke surga.
Upacara Tantulak diadakan untuk mengawal roh-roh orang mati ke Bukit Mailan,
dari situ roh-roh tersebut menunggu untuk berangkat dan bertemu dengan Ranying
Hattala Langit, Tuhan mereka sampai kerabat atau keluarga mereka mengadakan
upacara ritual Tiwah.
Bukit Mailan bisa dikatan
sebagai Alam Rahim, tempat suci dimana manusia hidup sebelum dilahirkan
kedunia. Ditempat ini, mereka yang sudah mati akan menunggu sebelum ke surga
melalui upacara Tiwah.
Puncak acara tiwah
ini sendiri akan
menempatkan tulang yang digali
dari kubur dan telah dimurnikan melalui ritual khusus ke dalam Sandung. Acara pertama yang diadakan
adalah menusuk hewan kurban,
kerbau, sapi, dan
babi.
2. Kebo-keboan (Banyuwangi)
Ritual Tradisi yang diadakan setahun sekali pada tgl 10 Suro atau 10
Muharaam di desa Alasmalang, Singojuruh, Banyuwangi, yang berkaitan dengan
budaya agraris khususnya siklus tanam padi.Upacara ini adalah gabungan antara
upacara minta hujan bila terjadi kemarau panjang atau rasa syukur, bila panen
berhasil dengan baik.
Di upacara ini beberapa laki laki berdandan menjadi kerbau mereka harus berkubang di tengah kubangan sawah yang baru dibajak, kemudian diarak keliling desa, disertai karnaval kesenian rakyat. Kemudian mereka juga beraksi membajak sawah.
Di upacara ini beberapa laki laki berdandan menjadi kerbau mereka harus berkubang di tengah kubangan sawah yang baru dibajak, kemudian diarak keliling desa, disertai karnaval kesenian rakyat. Kemudian mereka juga beraksi membajak sawah.
3. Mapasilaga Tedong (Tana Toraja, Sulawesi
Selatan)
Mapasilaga Tedong yang mempunyai arti Adu Kerbau, tapi kerbau yang diadu
disini bukanlah Kerbau sembarangan, melainkan ada tiga jenis. Yang pertama yaitu
kerbau bule atau kerbau albino, kerbau lumpur (Bubalus bubalis) yang hanya ada
di Tana Toraja, kerbau Salepo yang punya bercak hitam dipunggung, dan Lontong
Boke yang memiliki punggung berwarna hitam.
Mapasilaga Tedong sendiri hanya akan diselenggarakan dalam sebuah rangkain upacara Rambu Solo, yaitu upacara pemakaman yang sudah meninggal beberapa tahun sebelumya.
Mapasilaga Tedong sendiri hanya akan diselenggarakan dalam sebuah rangkain upacara Rambu Solo, yaitu upacara pemakaman yang sudah meninggal beberapa tahun sebelumya.
Sebelum acara Mapasilaga Tedong dimulai, Kerbau yang akan ditandingkan,
akan diarak dulu keliling kampung bersamaan dengan pemakaman seorang wanita
dari keluarga yang berduka. Kemudian beberapa wanita menumbuk padi yang di
wadahkan didalam lesung, untuk menciptakan suara tradisional.
Kemudian, pihak yang menyelenggarakan Mapasilaga Tedong harus memberikan
daging babi bakar, rokok, dan tuak, kepada pemandu kerbau dan para tamu. Untuk
arena adu, harus ditempatkan disebuah sawah yang luas dan berlumpur atau
direrumputan.
Kemudian, pihak yang menyelenggarakan Mapasilaga Tedong harus memberikan
daging babi bakar, rokok, dan tuak, kepada pemandu kerbau dan para tamu. Untuk
arena adu, harus ditempatkan disebuah sawah yang luas dan berlumpur atau
direrumputan. Kerbau yang dinyatakan kalah adalah kerbau yang berlari
dari arena Mapasilaga Tedong.
Selain itu, saat Mapasilaga
Tedong sedang berjalan, akan ada lagi prosesi lain yaitu pemotongan Kerbau ala
Toraja yaitu Ma’tinggoro Tedong. Ini adalah prosesi tebas kerbau dengan sebuah
parang, yang dilakukan hanya satu kali tebasan saja.
4. Rambu Solo (Tana Toraja)
Rambu Solo adalah pesta atau
upacara kedukaan /kematian. Bagi keluarga yang ditinggal wajib membuat sebuah
pesta sebagai tanda penghormatan terakhir pada mendiang yang telah pergi.
Setelah melewati serangkaian acara, si mendiang di usung menggunakan Tongkonan (sejenis rumah adat khas Toraja) menuju makam yang berada di tebing-tebing dalam goa. Nama makamnya adalah pekuburan Londa.
Yang unik dari upacara rambu
solo adalah pembuatan boneka kayu yang dibuat sangat mirip dengan yang
meninggal dan diletakkan di tebing.Uniknya lagi… konon katanya, wajah boneka
itu kian hari kian mirip sama yang meninggal.
5. Pasola (Sumba)
Ini adalah bagian dari serangkaian upacara tradisional yang dilakukan oleh
orang Sumba. Setiap tahun pada bulan Februari atau Maret serangkaian upacara
adat dilakukan dalam rangka memohon restu para dewa agar panen tahun tersebut
berhasil dengan baik. Puncak dari serangkaian upacara adat yang dilakukan
beberapa hari sebelumnya adalah apa yang disebut Pasola.
Pasola adalah ‘perang-perangan’ yang dilakukan oleh dua kelompok berkuda. Setiap kelompok teridiri dari lebih dari 100 pemuda bersenjakan tombak yang dibuat dari kayu berdiameter kira-kira 1,5 cm yang ujungnya dibiarkan tumpul
Pasola adalah ‘perang-perangan’ yang dilakukan oleh dua kelompok berkuda. Setiap kelompok teridiri dari lebih dari 100 pemuda bersenjakan tombak yang dibuat dari kayu berdiameter kira-kira 1,5 cm yang ujungnya dibiarkan tumpul
6. Dugderan (Semarang)
Dugderan adalah sebuah upacara yang menandai bahwa bulan puasa telah
datang. Dugderan dilaksanakan tepat 1 hari sebelum bulan puasa. Kata Dugder
diambil dari perpaduan bunyi dugdug dan bunyi meriam yang mengikuti kemudian
diasumsikan dengan derr.
Kegiatan ini meliputi pasar rakyat yang dimulai sepekan sebelum dugderan. Karnaval yang diikuti oleh pasukan merah-putih, drumband, pasukan pakaian adat “BHINNEKA TUNGGAL IKA” , meriam , warak ngendok dan berbagai potensi kesenian yang ada di Kota Semarang.
Ciri Khas acara ini adalah warak ngendok, sejenis binatang rekaan yang bertubuh kambing berkepala naga serta kulit sisik emas. Visualisasi warak ngendok dibuat dari kertas warna – warni. Acara ini dimulai dari jam 08.00 sampai dengan maghrib di hari yang sama juga diselenggarakan festival warak dan Jipin Blantenan.
Kegiatan ini meliputi pasar rakyat yang dimulai sepekan sebelum dugderan. Karnaval yang diikuti oleh pasukan merah-putih, drumband, pasukan pakaian adat “BHINNEKA TUNGGAL IKA” , meriam , warak ngendok dan berbagai potensi kesenian yang ada di Kota Semarang.
Ciri Khas acara ini adalah warak ngendok, sejenis binatang rekaan yang bertubuh kambing berkepala naga serta kulit sisik emas. Visualisasi warak ngendok dibuat dari kertas warna – warni. Acara ini dimulai dari jam 08.00 sampai dengan maghrib di hari yang sama juga diselenggarakan festival warak dan Jipin Blantenan.
7. Tabuik (Pariaman)
Berasal dari kata ‘tabut’ dari bahasa Arab yang berarti mengarak. Upacara
Tabuik merupakan sebuah tradisi masyarakat di pantai barat, Sumatera Barat,
yang diselenggarakan secara turun menurun. Upacara ini digelar di hari Asyura
yang jatuh pada tanggal 10 Muharram.
Konon, Tabuik dibawa oleh penganut Syiah dari timur tengah ke Pariaman sebagai peringatan perang Karbala. Upacara ini juga sebagai simbol dan bentuk ekspresi rasa duka yang mendalam dan rasa hormat umat Islam di Pariaman terhadap cucu Nabi Muhammad SAW.
Dua minggu menjelang pelaksanaan upacara Tabuik, warga Pariaman sudah sibuk melakukan berbagai persiapan. Mereka membuat serta aneka penganan, kue-kue khas dan Tabuik. Dalam masa ini, ada pula warga yang menjalankan ritual khusus, yakni puasa. Pada hari yang telah ditentukan, sejak pukul 06.00, seluruh peserta dan kelengkapan upacara bersiap di alun-alun kota. Para pejabat pemerintahan pun turut hadir dalam pelaksanaan upacara paling kolosal di Sumatera Barat ini.
Selain sebagai nama upacara, Tabuik juga disematkan untuk nama benda yang menjadi komponen penting dalam ritual ini. Tabuik berjumlah dua buah dan terbuat dari bambu serta kayu. Bentuknya berupa binatang berbadan kuda, berkepala manusia, yang tegap dan bersayap. Oleh umat Islam, binatang ini disebut Buraq dan dianggap sebagai binatang gaib. Di punggung Tabuik, dibuat sebuah tonggak setinggi sekitar 15 m. Tabuik kemudian dihiasi dengan warna merah dan warna lainnya dan akan di arak nantinya.
Satu Tabuik diangkat oleh para pemikul yang jumlahnya mencapai 40 orang. Di belakang Tabuik, rombongan orang berbusana tradisional yang membawa alat musik perkusi berupa aneka gendang, turut mengisi barisan. Sesekali arak-arakan berhenti dan puluhan orang yang memainkan silat khas Minang mulai beraksi sambil diiringi tetabuhan.
Saat matahari terbenam, arak-arakan pun berakhir. Kedua Tabuik dibawa ke pantai dan selanjutnya dilarung ke laut. Hal ini dilakukan karena ada kepercayaan bahwa dibuangnya Tabuik ini ke laut, dapat membuang sial. Di samping itu, momen ini juga dipercaya sebagai waktunya Buraq terbang ke langit, dengan membawa segala jenis arakannya.
8. Makepung (Bali)
Makepung, yang dalam bahasa Indonesia berarti berkejar-kejaran, adalah
tradisi berupa lomba pacu kerbau yang telah lama melekat pada masyarakat Bali,
khususnya di Kabupaten Jembrana. Tradisi ini awalnya hanyalah permainan para
petani yang dilakukan di sela-sela kegiatan membajak sawah di musim panen. Kala
itu, mereka saling beradu cepat dengan memacu kerbau yang dikaitkan pada sebuah
gerobak dan dikendalikan oleh seorang joki.
Makin lama, kegiatan yang semula iseng itu pun berkembang dan makin diminati banyak kalangan. Kini, Makepung telah menjadi salah satu atraksi budaya yang paling menarik dan banyak ditonton oleh wisatawan termasuk para turis asing. Tak hanya itu, lomba pacu kerbau inipun telah menjadi agenda tahunan wisata di Bali dan dikelola secara profesional. Sekarang ini, Makepung tidak hanya diikuti oleh kalangan petani saja,
para pegawai dan pengusaha dari kota pun banyak yang menjadi peserta maupun suporter. Apalagi, dalam sebuah pertarungan besar, Gubernur Cup misalnya, peserta Makepung yang hadir bisa mencapai sekitar 300 pasang kerbau atau bahkan lebih. Suasana pun menjadi sangat meriah dengan hadirnya para pemusik jegog(gamelan khas Bali yang terbuat dari bambu) untuk menyemarakkan suasana lomba.
9. Debus (Banten)
Atraksi yang sangat berbahaya ini biasa kita kenal dengan sebutan Debus.
Konon kesenian bela diri debus berasal dari daerah al Madad. Semakin lama seni
bela diri ini makin berkembang dan tumbuh besar disemua kalangan masyarakat
Banten sebagai seni hiburan untuk masyarakat. Inti pertunjukan masih sangat
kental gerakan silat atau beladiri dan penggunaan senjata. Kesenian debus
banten ini banyak menggunakan dan memfokuskan di kekebalan seseorang pemain
terhadap serangan benda tajam.
Kesenian ini tumbuh dan berkembang sejak ratusan tahun yang lalu, bersamaan dengan berkembangnya agama islam di Banten. Pada awalnya kesenian ini mempunyai fungsi sebagai penyebaran agama. Namun pada masa penjajahan Belanda dan pada saat pemerintahan Sultan Agung Tirtayasa, seni beladiri ini digunakan untuk membangkitkan semangat pejuang dan rakyat Banten melawan penjajahan yang dilakukan Belanda. Karena pada saat itu kekuatan sangat tidak berimbang, Belanda yang mempunyai senjata yang sangat lengkap dan canggih, terus mendesak pejuang dan rakyat banten. Satu-satunya senjata yang mereka punya tidak lain adalah warisan leluhur yaitu seni beladiri debus.
10. Kasada (Bromo)
Upacara Kasada bromo dilakukan oleh masyarakat Tengger yang bermukim di
Gunung Bromo, Jawa Timur. Mereka melakukan ritual ini untuk mengangkat seorang
Tabib atau dukun disetiap desa. Agar mereka dapat diangkat oleh para tetua
adat, mereka harus bisa mengamalkan dan menghafal mantera-mantera.
Beberapa hari sebelum Upacara Kasada bromo dimulai, mereka mengerjakan sesaji-sesaji yang nantinya akan dilemparkan ke Kawah Gunung Bromo. Pada malam ke 14 bulan Kasada, Masyarakat tengger berbondong-bondong dengan membawa ongkek yang berisi sesaji dari berbagai macam hasil pertanian dan ternak. Lalu mereka membawanya ke Pura dan sambil menunggu Dukun Sepuh yang dihormati datang, mereka kembali menghafal dan melafalkan mantera, tepat tengah malam diadakan pelantikan dukun dan pemberkatan umat dipoten lautan pasir Gunung Bromo. Bagi masyarakat Tengger, peranan Dukun sangat penting. Karena mereka bertugas memimpin acara-acara ritual, perkawinan, dll.
Sebelum lulus mereka diwajibkan menghafal dan lancar dalam membaca mantra mantra. Setelah Upacara selesai, ongkek-ongkek yang berisi sesaji dibawa dari kaki gunung bromo ke atas kawah, lalu dilemparkan kedalam kawah, sebagai simbol pengorbanan yang dilakukan oleh nenek moyang mereka. Didalam kawah banyak terdapat pengemis dan penduduk tengger yang tinggal dipedalaman, mereka jauh jauh hari datang ke gunung bromo dan mendirikan tempat tinggal dikawah gunung Bromo dengan harapan mereka mendapatkan sesaji yang dilempar. Penduduk yang melempar sesaji berbagai macam buah buahan dan hasil ternak, mereka menganggapnya sebagai kaul atau terima kasih mereka terhadap tuhan atas hasil ternak dan pertanian yang melimpah.
11. Ngaben (Bali)
Ngaben adalah upacara pembakaran atau kremasi jenazah umat Hindu di
Bali.Dalam prosesi Ngaben, ketika api mulai disulut, perlahan-lahan kobaran api
akan membesar dan mulai berkobar menyulut sosok jenazah.
Lama-kelamaan kobaran api mulai menghanguskan jazadnya yang dipercaya akan melepaskan segala ikatan keduniawian dari orang yang meninggal itu. Bila ikatan keduniawian telah terlepas, maka semakin terbukalah kesempatan untuk melihat kebenaran dan keabadian kesucian Illahi di alam sana.
Lama-kelamaan kobaran api mulai menghanguskan jazadnya yang dipercaya akan melepaskan segala ikatan keduniawian dari orang yang meninggal itu. Bila ikatan keduniawian telah terlepas, maka semakin terbukalah kesempatan untuk melihat kebenaran dan keabadian kesucian Illahi di alam sana.
Beberapa hari sebelum upacara Ngaben dilaksanakan, keluarga dari orang yang meninggal dibantu oleh masyarakat membuat "Bade" dan "Lembu" yang sangat megah yang terbuat dari kayu, kertas warna-warni dan bahan lainnya. "Bade" dan "Lembu" ini merupakan tempat jenazah yang nantinya dibakar.
12. Tradisi Potong Jari (Papua)
Menangis, mungkin itu yang
lakukan saat kita didera kesedihan. Namun, berbeda dengan masyarakat Papua
pedalaman, mereka memotong jari mereka sendiri untuk menunjukkan rasa kesedihan
mereka. Terdengar sadis memang, namun itulah salah satu bentuk kekayaan budaya
kita.
Bagi mereka, tradisi ini
disimbolkan sebagai bentuk kesedihan yang mendalam akan kehilangan anggota
keluarga yang meninggal. Semakin banyak kita melihat warga Papua pedalaman
memotong jarinya maka dapat diartikan telah banyak pula anggota keluarga yang
mereka cintai telah meninggal dunia.
Bahkan, masyarakat terdahulu Lembah
Baliem, sebuah lembah pegunungan yang cukup terkenal, pernah ada tersingkap
kasus dimana seorang ibu yang memotong jari anaknya yang baru lahir dengan cara
menggigitnya karena ingin menghilangkan “kesialan” yang selama ini menderanya.
Ia percaya dengan ia memotong jari anaknya maka kesialan yang selama ini ia
alami dapat hilang.
0 komentar:
Posting Komentar